TEMPO.CO, Jakarta - Tiga sandera warga negara Israel yang ditawan Hamas yang ditembak oleh tentara Israel di Gaza. Sebelum ditembak mereka telah mengibarkan bendera putih. Pernyataan itu diungkapkan oleh seorang pejabat militer pada Sabtu, 16 Desember 2023. Ia mengutip penyelidikan awal atas insiden yang telah mengguncang negara tersebut.
Seorang tentara melihat para sandera muncul puluhan meter dari pasukan Israel pada hari Jumat di Shejaiya, sebuah wilayah pertempuran sengit di Gaza utara di mana militan Hamas beroperasi. Menurut pejabat itu, Hamas menggunakan pakaian seperti warga sipil untuk mengelabuhi tentara Israel.
"Mereka semua tanpa baju dan di atasnya ada tongkat yang ada kain putihnya. Tentara itu merasa terancam dan melepaskan tembakan. Dia menyatakan bahwa mereka teroris. Mereka (pasukan Israel) melepaskan tembakan. Dua (sandera) langsung dibunuh," kata pejabat itu kepada wartawan dalam konferensi telepon.
Sandera ketiga terluka dan mundur ke gedung terdekat di mana dia meminta bantuan dalam bahasa Ibrani, kata pejabat itu.
"Komandan Batalyon segera mengeluarkan perintah gencatan senjata, tapi lagi-lagi ada tembakan lagi ke arah sosok ketiga dan dia pun tewas," kata pejabat itu. "Ini melanggar aturan keterlibatan kami," dia menambahkan.
Militer pada hari Jumat mengidentifikasi tiga sandera yang terbunuh di Shejaiya, pinggiran timur Kota Gaza, sebagai Yotam Haim dan Alon Shamriz, yang diculik dari Kibbutz Kfar Aza, dan Samer Al-Talalka, yang diculik dari dekat Kibbutz Nir Am.
Militan Hamas membunuh 1.200 orang dan menyandera 240 orang pada 7 Oktober. Israel kemudian melancarkan serangan balik, yang mengakibatkan Otoritas kesehatan Gaza mengatakan hampir 19.000 orang dipastikan tewas.mengamuk di kota-kota Israel
Sekitar 300 orang menghadiri pemakaman Al-Talalka, 25, pada hari Sabtu di kampung halamannya di Hura, di Israel selatan.
"Kami punya begitu banyak harapan, harapan, bahwa dia akan kembali kepada kami," ujar sepupunya, Alaa Al-Talalka mengatakan kepada lembaga penyiaran publik Israel, Kan, dari tenda duka komunitas Baduinya.
"Kami tidak akan mulai menuding siapa yang bersalah dan siapa yang tidak. Ini bukan waktunya," kata Al-Talalka.
"Keluarga hanya memikirkan bagaimana cara menghidupkan kembali para sandera. Inilah saatnya meminta perang diakhiri," dia berkata.
Lebih dari 100 sandera masih berada di Gaza. Sementara lebih dari 100 wanita, anak-anak, remaja dan orang asing telah dibebaskan dalam kesepakatan yang dicapai pada akhir November. Lainnya telah dinyatakan meninggal oleh otoritas Israel.
Kematian tiga orang warga negara Israel oleh tentaranya sendiri itu memicu protes larut malam di luar markas pertahanan Israel di Tel Aviv.
Seorang ayah mengatakan bahwa setiap hari membuat keluarga-keluarga bertanya-tanya apakah merekalah yang akan menerima kabar buruk berikutnya.
"Kita berada dalam semacam rolet Rusia," ujar Ruby Chen. Putranya, Itay ditawan di Gaza. "Pemerintah Israel perlu mengambil tindakan dan membawa kembali para sandera."
REUTERS
Pilihan editor: Cina, Arab Saudi, dan Iran Serukan Gencatan Senjata di Gaza