TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Politbiro Hamas Ismail Haniyeh mengatakan bahwa kelompok militan Palestina tersebut terbuka terhadap perundingan untuk mengakhiri perang yang sedang berlangsung dengan Israel. Namun setiap rencana untuk Gaza pascaperang yang tidak melibatkan Hamas hanyalah sebuah “khayalan.”
“Setiap pengaturan di Gaza atau Palestina tanpa Hamas atau faksi perlawanan adalah sebuah khayalan,” kata Haniyeh dalam pidatonya di televisi yang disiarkan di TV Al-Aqsa yang berafiliasi dengan Hamas.
Haniyeh mengatakan dia terbuka untuk melakukan pembicaraan untuk mengakhiri perang yang sedang berlangsung. Ia juga bersedia menertibkan rumah Palestina baik di Tepi Barat maupun Jalur Gaza.
Kemarin, Hamas kembali membuat pernyataan tegas tentang perang dengan Israel. Hamas tidak akan terlibat dalam pembicaraan pertukaran tahanan dengan Israel, kecuali agresi terhadap Jalur Gaza dihentikan total. Hamas juga mendesak adanya komitmen terhadap persyaratan yang diajukan kelompok tersebut.
Deklarasi itu disampaikan pemimpin Hamas Osama Hamdan saat konferensi pers di ibu kota Lebanon, Beirut. “Tidak akan ada negosiasi tentang kesepakatan pertukaran tahanan kecuali penghentian menyeluruh agresi terhadap Jalur Gaza dan kepatuhan terhadap syarat-syarat perlawanan,” katanya.
Hamdan menyampaikan kesediaan Hamas untuk terlibat dalam upaya yang bertujuan mengakhiri agresi di Gaza dan Tepi Barat. Hamas juga bersedia membebaskan tahanan dan membangun kerangka kerja nasional untuk mengembalikan hak-hak nasional yang mengarah pada pembentukan negara Palestina yang merdeka dengan ibu kotanya di Yerusalem.
Sementara itu menurut Perserikatan Bangsa-bangsa, warga Israel mendesak tentaranya tidak boleh mundur dari serangan tanpa henti untuk menghancurkan Hamas. Tentara Israel diminta tetap menggempur Gaza meski jumlah korban dari warga sipil terus bertambah.
Jajak pendapat yang dilakukan dalam beberapa pekan terakhir menunjukkan dukungan yang sangat besar terhadap perang tersebut meskipun jumlah korban jiwa meningkat. Enam warga Israel yang berbicara kepada Reuters pada hari Rabu mengatakan sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk mundur, terlepas dari memudarnya simpati global yang tercermin dalam resolusi PBB pada hari Selasa.
"Masyarakat merasa bahwa hal ini merupakan ancaman terhadap keberadaan Israel," kata Hermann, dari Institut Demokrasi Israel. Ia mengadakan jajak pendapat rutin mengenai perang. Dia mengatakan bahwa masyarakat bersiap menghadapi lebih banyak lagi anggota tentara yang tewas akibat perang.
ANADOLU | TIMES OF ISRAEL | REUTERS
Pilihan editor: Umat Yahudi di AS Gelar Protes Tuntut Gencatan Senjata di Gaza