TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan ribu pengungsi Palestina berdesakan di daerah Rafah di perbatasan Gaza dengan Mesir untuk menghindari pengeboman Israel, kata PBB pada Rabu, meskipun mereka khawatir bahwa mereka juga tidak akan aman di sana.
Kantor kemanusiaan PBB mengatakan dalam sebuah laporan bahwa sebagian besar pengungsi di Rafah, kurag dari 10 kilometer dari Mesir, tidak dapat tidur karena kurangnya tenda, meskipun PBB telah berhasil mendistribusikan beberapa ratus tenda.
Selembar plastik dipasang sebagai tenda, ranting-ranting dikumpulkan dari sana-sini untuk membuat api di Rafah, ujung selatan Gaza.
Warga sipil telah tiba menyusul perintah evakuasi oleh militer Israel yang meliputi wilayah di dalam dan sekitar Kota Khan Younis di Gaza selatan.
“Kami tiba di sini tanpa tempat berlindung dan kehujanan tadi malam. Tidak ada apa pun untuk dimakan – tidak ada roti, tidak ada tepung,” kata Ghassan Bakr seperti dilansir Arab News.
Ratusan ribu warga Palestina telah melarikan diri dari Gaza utara ke selatan selama konflik dua bulan antara Israel dan militan Hamas yang coba dilenyapkan.
Eksodus terbaru ini membuat banyak pengungsi Palestina semakin terpojok di dekat perbatasan Mesir, di daerah yang dianggap aman oleh militer Israel.
“Israel berbohong. Tidak ada tempat di Gaza yang aman dan besok mereka akan mengejar kami di Rafah,” Samir Abu Ali, ayah lima anak berusia 45 tahun, mengatakan kepada Reuters melalui telepon dari Rafah.
“Mereka menginginkan Nakba lagi tapi saya tidak akan pergi. Rafah adalah tujuan ‘akhir’ bagi saya,” ujarnya.
Yang dia maksud adalah “Nakba,” atau “bencana,” ketika banyak warga Palestina melarikan diri atau terpaksa meninggalkan rumah mereka selama perang 1948 yang menyertai berdirinya Israel.
Warga Gaza lainnya juga menyuarakan keprihatinannya.
“Israel kini mendorong kami menuju Rafah dan kemudian mereka akan menyerbu ke sana,” kata seorang pengungsi lainnya yang bernama Zinaib melalui telepon dari Khan Younis.
Toko kelontong di Rafah, seperti di tempat lain di Gaza, kosong. Di pasar, para petani yang masih bisa menggarap lahannya menjual tomat, bawang merah, kubis dan sayuran lainnya.
Di trotoar, anak-anak mengambil makan dari panci besar berisi semolina yang disiapkan oleh sebuah badan amal, sambil mengikis bagian bawahnya dengan mangkuk dan wadah plastik.
Warga Palestina di Jalur Gaza hidup dalam “kengerian yang semakin mendalam,” kata kepala hak asasi manusia PBB pada Rabu, hampir dua bulan setelah dimulainya perang, yang telah menyebabkan sekitar tiga perempat dari 2,4 juta orang di wilayah tersebut mengungsi.