TEMPO.CO, Jakarta - Ketika tank dan pasukan Israel mengepung Rumah Sakit Indonesia di Gaza utara pekan lalu, pekerja medis sukarelawan Fikri Rofiul Haq dihadapkan pada pilihan untuk mengungsi ke tempat yang aman atau tinggal bersama pasiennya.
Fikri dan rekan-rekannya dari Indonesia, Reza Aldilla Kurniawan dan Farid Zanjabil Al-Ayubi, relawan Komite Penyelamatan Darurat Medis (MER-C) yang berbasis di Jakarta, memilih untuk tetap tinggal sampai militer Israel memaksa mereka pergi, katanya.
“Kami dievakuasi melalui jalur yang digunakan Palang Merah Internasional dengan izin tentara Israel. Ada tiga kali evakuasi pada Senin, Selasa dan Rabu, dan kami dievakuasi terakhir karena kami memprioritaskan korban luka yang berada di RS Indonesia,” kata Fikri kepada Al Jazeera.
Fikri mengatakan bahwa pasukan Israel dengan sengaja menghancurkan satu-satunya generator yang berfungsi di rumah sakit yang didanai Indonesia dengan membakarnya dan menewaskan 12 orang dengan penembakan tanpa pandang bulu di lantai pertama, kedua dan ketiga gedung tersebut.
“Sebelum kami dievakuasi, serangan semakin parah, jam demi jam,” kata Haq, yang tidak dapat berkomunikasi selama beberapa minggu hingga dievakuasi ke Khan Younis.
“Saya melihatnya dengan mata kepala sendiri. Ada tiga tank besar sekitar 50 meter dari gedung Rumah Sakit Indonesia dan mereka menembaki rumah sakit secara berkala, yang menimbulkan kerusakan besar. Sekarang RS Indonesia sudah diambil alih sepenuhnya oleh tentara Israel,” ujarnya.
Pasukan Israel, yang awalnya memberi staf medis dan pasien hanya beberapa jam untuk meninggalkan rumah sakit, telah dituduh menghancurkan salah satu fasilitas medis terbesar di Gaza itu pada hari-hari menjelang gencatan senjata empat hari dengan Hamas, yang dimulai pada Jumat.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan pada hari Jumat bahwa tembakan Israel pada jam-jam terakhir sebelum jeda menewaskan seorang wanita dan melukai sedikitnya tiga orang lainnya.
Osama Bin Javaid dari Al Jazeera, yang memperoleh akses ke fasilitas tersebut, melaporkan bahwa ada “bau kematian” di luar rumah sakit “seperti mayat-mayat yang hangus dan membusuk, termasuk anak-anak, menumpuk di sudut-sudut”.