TEMPO.CO, Jakarta - Perlakuan terhadap sandera Hamas dan tahanan Palestina oleh Israel amat sangat berbeda. Hamas memperlakukan sandera dengan baik. Sebaliknya Israel menyiksa tahanan Palestina sesuka hati.
Juru bicara Pasukan Pertahanan Israel Daniel Hagari mengatakan para sandera yang dibebaskan Hamas telah menjalani tes medis awal. Mereka berada dalam kondisi baik.
Sayap bersenjata Hamas Brigade Al-Qassam merilis video tentang pembebasan tawanan Israel yang dipindahkan ke Palang Merah Internasional atau ICRC. Dalam video itu beberapa tawanan tersenyum ke arah kamera dan melambaikan tangan kepada anggota Al-Qassam sebelum masuk ke dalam kendaraan ICRC.
Helikopter Angkatan Udara Israel akan membawa para sandera ke rumah sakit. Mereka akan berkumpul kembali dengan keluarga setelah 49 hari disandera.
Hamas setuju untuk membebaskan 50 sandera perempuan dan anak-anak. Imbalannya, Israel akan membebaskan 150 perempuan dan anak-anak Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Namun perlakuan Israel terhadap warga Palestina yang ditahan amat berbeda. Salah seorang perempuan Palestina yan dibebaskan, Maysoon Musa Al Jabali bercerita bahwa otoritas penjara Israel sesuka hati menghajar dan menyiksa para tahanan perempuan.
Setelah ditahan lebih dari delapan tahun, Al Jabali dibebaskan dari penjara Israel berdasarkan kesepakatan pertukaran sandera antara Israel dan kelompok perlawanan Palestina Hamas.
Dia menambahkan para sipir Israel tak segan menyemprot para tahanan Palestina dengan gas beracun. Mereka juga hanya diberi sedikit makanan.
Jabali, yang ditahan Israel sejak Juni 2015, mengatakan kepada Anadolu pada Minggu bahwa kondisi di penjara Israel memburuk sejak 7 Oktober 2023, ketika milisi Hamas menyerang Israel. Dia menggambarkan periode itu sebagai masa-masa sulit.
“Israel merampas segalanya dari para tahanan perempuan setelah 7 Oktober,” kata Jabali, yang dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena penikaman di pos pemeriksaan Rachel’s Dome (Masjid Bilal) di dekat Betlehem di Tepi Barat. “Para sipir Israel menyiksa para tahanan perempuan dengan memukul, menyemprot dengan gas, dan mengirim mereka ke sel isolasi,” kata dia, menambahkan.
“Para sipir memberi tahu kami bahwa mereka bebas melakukan apa saja," ujarnya.
Tahanan perempuan di penjara Israel juga menghadapi kekurangan makanan. Menurut Jabali, pihak penjara menyediakan makanan bagi 80 tahanan tetapi jumlahnya hanya cukup untuk 10 orang.
Meski sudah dibebaskan, Jabali mengatakan bahwa warga Palestina yang merdeka tidak ingin kebebasan mereka diperoleh dengan cara seperti ini. "Kami telah membayar harga yang mahal demi kebebasan kami," katanya. Setelah bebas, dia mengaku ingin meneruskan pendidikannya di perguruan tinggi.
BUSINESS INSIDER | ARAB NEWS | ANADOLU
Pilihan editor: Hamas Ingin Perpanjang Gencatan Senjata, Netanyahu Beri Lampu Hijau