TEMPO.CO, Jakarta - Militer Israel dilaporkan telah menyerang kompleks Rumah Sakit Al Shifa di Jalur Gaza pada Rabu, 15 November 2023 pagi waktu setempat. Akibatnya ribuan orang terluka dan terjebak di tengah pemboman yang ganas.
Direktur Rumah Sakit al-Shifa, Muhammad Abu Salmiya, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa bangunan Al Shifa terus menjadi sasaran Israel. Siapa pun yang bergerak di dalam kompleks rumah sakit maka akan diserang oleh penembak jitu Israel. “Kita hanya beberapa menit lagi menuju kematian,” katanya
Nasib Al Shifa telah menjadi fokus kekhawatiran internasional karena memburuknya kondisi fasilitas di rumah sakit tersebut. Pada pekan lalu, rumah sakit Al Shifa terpaksa menghentikan operasional setelah kehabisan listrik dan bahan bakar. Berikut adalah informasi lengkap mengenai sejarah rumah sakit Al Shifa di Gaza.
Sejarah Rumah Sakit Al Shifa Di Gaza
Rumah sakit Al Shifa adalah rumah sakit terbesar yang berada di Gaza, Palestina. Lokasinya berjarak beberapa ratus meter dari pelabuhan perikanan kecil di Kota Gaza serta diapit diantara kamp pengungsi Beach dan lingkungan Rimal di kota tersebut. Penamaan rumah sakit ini berasal dari kata Shifa yang dalam bahasa Arab berarti "penyembuhan".
Al Shifa dibangun pada tahun 1946 tepatnya pada masa pemerintahan Inggris, dua tahun sebelum Inggris menarik diri dari Palestina. Rumah sakit ini berhasil selamat dari invasi Mesir pada tahun 1948 dan dua dekade pemerintahan militer Mesir.
Baca Juga:
Pada tahun 1967, selama Perang Enam Hari, Israel merebut dan menduduki Jalur Gaza, termasuk rumah sakit ini. Sejak saat itu, Al Shifa telah menjadi salah satu pusat medis utama di wilayah tersebut. Rumah sakit ini sering menjadi tempat penanganan cedera dan trauma akibat konflik bersenjata antara Israel dan Palestina.
Pada tahun 1972, Times of London melaporkan adanya baku tembak terjadi antara seorang militan Palestina yang bersembunyi di bawah tempat tidur di ruang perawat dan patroli tentara Israel yang sedang menggeledah rumah sakit.
Selama minggu pembukaan Intifada Pertama melawan pendudukan Israel, pada tahun 1987, The New York Times melaporkan adanya konfrontasi ketika beberapa ratus warga Palestina di luar Shifa melemparkan batu kepada tentara Israel sambil berteriak, "Datang dan bunuh kami semua atau pergi!"
Terletak di lingkungan Rimal Utara, dekat pelabuhan, Al-Shifa menjadi rumah sakit pada tahun 1946 yang mengalami perluasan berturut-turut. Fasilitas ini telah menjadi penyelamat bagi orang-orang yang mencari intervensi medis mendesak. Selama tahun 1980an, kompleks rumah sakit ini direnovasi dan didesain ulang oleh arsitek Israel.
Zvi Elhyani, pendiri Arsip Arsitektur Israel, menulis di Ynet pada 9 November dengan mengklaim bahwa renovasi rumah sakit Al Shifa dibantu dukungan Amerika, meski tidak memberikan bukti atas klaim tersebut.
“Israel memulai proyek untuk merombak dan memperbesar kompleks rumah sakit. Upaya ini juga melibatkan pemasangan lantai beton bawah tanah . Dalam keadaan yang menyedihkan, wilayah bawah tanah ini telah diambil alih dalam beberapa tahun terakhir oleh Hamas,” tulisnya.
Hamas Ambil Alih Rumah Sakit Al Shifa
Pada tahun 1994, bendera Palestina dikibarkan di atas rumah sakit Al Shifa, setelah warga Palestina diberikan otonomi mandiri terbatas di Gaza selama proses perdamaian Oslo. Pasukan keamanan yang didominasi Fatah pimpinan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Yasser Arafat kemudian memberi hormat kepada bendera Palestina di atas rumah sakit tersebut.
Selanjutnya, penguasaan rumah sakit Al Shifa beralih dari Otoritas Palestina yang didominasi Fatah ke Hamas. Rumah sakit berada di atas kendali Hamas setelah kelompok pejuang Palestina tersebut menang pada pemilu tahun 2006 dan pengambilalihan militer atas Gaza pada tahun 2007.
Selama perebutan kekuasaan antara Fatah dan Hamas yang memuncak pada pengambilalihan tersebut, para pejuang dari kedua belah pihak dirawat di Al Shifa dan rumah sakit lainnya, dalam bentuk gencatan senjata di mana tidak ada yang akan menyakiti para korban luka dari pihak lawan.
Hingga kemudian Israel mengklaim bahwa Hamas menggunakan area bawah tanah di Shifa untuk bersembunyi – hal yang sama juga dikatakan Hamas selama perang tahun 2008-2009 yang menewaskan lebih dari 1.400 warga Palestina dan 13 warga Israel. Akan tetapi, klaim tersebut tidak dapat diverifikasi.
Selama beberapa dekade, Al-Shifa terus beroperasi di tengah tantangan yang dihadapi oleh sistem kesehatan di Jalur Gaza, termasuk pembatasan gerakan dan pasokan obat-obatan akibat blokade Israel.
Sejak sepekan terakhir, rumah sakit terbesar di Jalur Gaza itu digempur Israel lantaran diduga menjadi sarang Hamas. Baik Israel dan Amerika Serikat mengklaim bahwa militan Hamas menggunakan rumah sakit Al Shifa untuk menyembunyikan pos komando dan sandera menggunakan terowongan bawah tanah.
Meski begitu Hamas, otoritas kesehatan dan direktur Al Shifa membantah bahwa kelompok tersebut menyembunyikan infrastruktur militer di dalam atau di bawah kompleks tersebut dan mengatakan mereka akan menyambut baik inspeksi internasional.
RIZKI DEWI AYU | REUTERS | AL JAZEERA
Pilihan editor: Utang Israel Naik 120 Triliun Sejak Konflik 7 Oktober 2023