TEMPO.CO, Jakarta - Kondisi Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Beilt Lahiya, Jalur Gaza sangat mencekam. Sejak serangan besar-besaran Israel ke Gaza tiga minggu yang lalu, RS Indonesia mengalami kesulitan dalam menangani pasien yang parah luka akibat serangan bom. Banyak jenazah yang ditempatkan di luar rumah sakit dalam balutan kain kafan.
Sebelumnya, pada Sabtu, 7 Oktober 2023, RS Indonesia juga menjadi sasaran serangan udara oleh militer Israel. Seorang petugas medis tewas dalam serangan tersebut. Serangan ini juga melukai beberapa orang lain dan merusak peralatan penting di rumah sakit.
Kementerian Kesehatan Palestina dalam pernyataan pada Kamis, 2 November 2023, mengatakan bahwa krisis kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. Lebih dari 9.000 orang telah kehilangan nyawa di Gaza sejak dimulainya perang, termasuk 3.760 anak-anak dan lebih dari 2.300 perempuan. Berikut adalah fakta-fakta RS Indonesia Gaza yang terus dibombardir.
1. Dibangun Dari Dana Sumbangan Masyarakat RI
Rumah Sakit Indonesia berlokasi di Beit Lahia, sebuah kota di Gaza utara dengan sekitar 90.000 penduduk. Rumah sakit ini berdiri di atas lahan seluas 16.000 meter persegi (sekitar 19.136 yard persegi) yang diberikan oleh pemerintah Gaza pada tahun 2011.
Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza telah aktif sejak Desember 2015 dan pembangunannya didanai melalui sumbangan dari masyarakat Indonesia. Fasilitas ini memiliki kapasitas untuk menampung 110 tempat tidur dan menyediakan berbagai layanan kesehatan, termasuk perawatan pasien inap, ruang operasi, ICU, dan unit gawat darurat.
2. Dibanjiri Pasien Tanpa Henti
Rumah Sakit di Indonesia telah dibanjiri pasien setelah berminggu-minggu terjadi pemboman tanpa henti oleh pasukan Israel. Di tengah kondisi sulit itu, para ahli bedah di Gaza bekerja siang dan malam untuk menyelamatkan pasien yang terus berdatangan."Kami tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ada yang terluka di mana-mana," kata Dr. Suaib Idais.
Penuhnya ruang bedah utama pun membuat petugas medis terpaksa menyiapkan ruang operasi di koridor. “Kami memerlukan waktu satu jam karena kami tidak tahu kapan kami akan menerima pasien. Beberapa kali kami harus menyiapkan ruang bedah di koridor dan bahkan terkadang di ruang tunggu rumah sakit,” kata Dr. Mohammed al-Jalankan.
Persediaan bahan bakar segera habis..