Kemerosotan demokrasi
Selain tiga isu yang tingkat tinggi yang dicatat KontraS, Dimas juga menyoroti kemerosotan demokrasi di Indonesia, berbagai bentuk kekerasan berulang dalam proses Proyek Strategis Nasional (PSN), dan penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu.
Mengutip studi tahunan Freedom House yang memberi skor 58 dari 100 untuk Indonesia dalam hak-hak sipil dan politik (sipol), Dimas mengatakan demokrasi di Indonesia menurun secara gradual.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani pun menyebut Indonesia masih belum memenuhi standar internasional untuk pemenuhan hak-hak sipol serta ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob).
Salah satu hak ekosob yang belum terpenuhi, kata Julius kepada Tempo pada Rabu, 4 Oktober 2023 lalu, misalnya hak kesehatan yang dihalangi oleh berbagai faktor, antara lain polusi udara. Hal itu kerap menempatkan Indonesia di posisi lima teratas sedunia untuk kualitas udara buruk menurut pemantau kualitas udara IQAir.
Untuk hak sipol, tepatnya hak kebebasan berkeyakinan, Julius menggarisbawahi salah satunya kebijakan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 (SKB 2 menteri) terkait syarat pendirian rumah ibadah yang dinilai oleh sejumlah pihak memicu diskriminasi dalam pembangunan rumah ibadah.
Sampai saat ini, Kemendagri masih mempertahankan peraturan itu.
Sementara soal kekerasan terhadap masyarakat sipil dalam proses pembangunan pemerintah, Dimas mengatakan, “Ada sejumlah peraturan berkaitan dengan PSN yang semuanya punya dimensi developmentalisme, yang pada akhirnya mengeskalasi kekerasan negara dan melahirkan sejumlah dugaan pelanggaran HAM.”
Hal tersebut ia amati terutama di periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Sebagai contoh, ia menyebut konflik atas penolakan penambangan di Desa Wadas, penggusuran dampak proyek Labuan Bajo-Golo Mori, penggusuran imbas proyek Sirkuit Mandalika, proyek Rempang Eco City, dan konflik Air Bangis.
Penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu juga menjadi permasalahan yang ditekankan organisasi masyarakat sipil.
Meski Jokowi telah mengeluarkan Keputusan Presiden atau Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu atau TPPHAM, hal ini dinilai Dimas sebagai “jalan pintas oleh pemerintah untuk melakukan upaya-upaya penyelesaian secara instan” di luar pengadilan.
“Kalau kita lihat situasi Indonesia seperti ini, tentu dari diri sendiri tidak bisa dikatakan kita layak sebagai anggota,” ujar Julius.
Pilihan Editor: Calonkan Lagi Jadi Anggota Dewan HAM PBB, Ini Komitmen yang Dibawa Indonesia
NABIILA AZZAHRA