TEMPO.CO, Jakarta - Ketika Israel terhuyung-huyung akibat serangan mematikan yang dilakukan militan Hamas yang menerobos penghalang di sekitar Gaza dan berkeliaran sesuka hati, menewaskan sejumlah warga sipil di kota-kota Israel, Sabtu, 7 Oktober 2023, para kepala pertahanan menghadapi pertanyaan yang semakin besar tentang bagaimana bencana itu bisa terjadi.
Sehari setelah peringatan 50 tahun dimulainya perang Yom Kippur tahun 1973, ketika pasukan Israel dikejutkan oleh barisan tank Suriah dan Mesir, pihak militer kembali terkejut dengan serangan mendadak tersebut.
“Kelihatannya sangat mirip dengan apa yang terjadi pada saat itu,” kata purnawirawan Jenderal Giora Eiland, mantan kepala Dewan Keamanan Nasional Israel. “Seperti yang bisa kita lihat, Israel benar-benar terkejut dengan serangan yang terkoordinasi dengan sangat baik,” katanya dalam jumpa pers dengan wartawan.
Seorang juru bicara militer mengatakan akan ada diskusi mengenai persiapan intelijen "di masa mendatang" tetapi untuk saat ini fokusnya adalah pada pertempuran. “Kami akan membicarakan hal itu ketika kami perlu membicarakannya,” katanya dalam pengarahan dengan wartawan.
Israel selalu menganggap Hamas sebagai musuh bebuyutannya, tetapi sejak menimbulkan kerusakan parah di Gaza dalam perang 10 hari pada tahun 2021, Israel telah mengambil tindakan yang sangat baik untuk menjaga stabilitas di daerah kantong yang diblokade tersebut.
Hal ini menawarkan insentif ekonomi termasuk ribuan izin kerja yang memungkinkan warga Gaza untuk bekerja di Israel atau Tepi Barat yang diduduki, sambil mempertahankan blokade ketat dan ancaman serangan udara yang terus-menerus.
Selama 18 bulan terakhir ketika kekerasan berkobar di Tepi Barat, Gaza relatif tenang, terlepas dari bentrokan sporadis lintas batas yang terutama melibatkan gerakan Jihad Islam yang lebih kecil dan Hamas sebagian besar berada di pinggir lapangan.
Pemerintahan sayap kanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu selalu mengutamakan keamanannya dan mengambil sikap tanpa kompromi terhadap faksi militan Palestina termasuk Hamas, yang telah menguasai Gaza sejak 2007.