Selalu Vanuatu
Pada 2017, Vanuatu kembali menyuarakan isu Papua di Sidang Majelis Umum PBB ke-72, kali ini bersama Solomon. Ainan Nuran, selaku diplomat yang mewakili Indonesia saat itu, mengecam dukungan Vanuatu dan Solomon terhadap gerakan separatis Papua.
“Bagaimana bisa ada negara yang terus-menerus menyokong gerakan separatisme di negara lain? Ataukah ini cuma cara mereka bersembunyi dari masalah domestik?” kata Ainan kala itu, dikutip dari Koran Tempo.
Di Sidang Majelis Umum PBB ke-73 pada 2018, Wakil Presiden Jusuf Kalla akhirnya buka suara soal isu Papua yang kerap disinggung oleh Vanuatu di hadapan para pemimpin dunia.
“Sudah terlalu lama Indonesia memilih untuk membangun hubungan persahabatan dengan Vanuatu, termasuk dalam menunjukkan solidaritas dan simpati selama masa-masa sulit,” katanya di Markas Besar PBB New York, Kamis, 28 September 2018, dikutip dari Antara.
“Tindakan permusuhan ini tidak memiliki tempat di sistem PBB. Suatu tindakan yang jelas melanggar prinsip-prinsip PBB,” ujar wapres itu.
Tahun berikutnya, Perdana Menteri Vanuatu saat itu, Charlot Salwai Tabimasmas, menyinggung adanya pelanggaran HAM dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum PBB ke-74 pada 27 September 2019. Indonesia menggunakan hak jawabnya untuk menyebut Vanuatu sebagai negara pendukung gerakan separatisme. Pernyataan itu diutarakan Rayyanul Sangaji, Perwakilan RI untuk Markas PBB New York.
Singgungan dari PM Vanuatu berlanjut pada 2020 oleh Bob Loughman, yang dalam pidatonya membahas persoalan HAM di Papua. “Warga asli Papua terus menerus menderita akibat pelanggaran hak asasi,” ujar Loughman, di Sidang Umum PBB yang digelar secara virtual di tengah pandemi COVID-19.
Dalam tanggapannya, Silvany Austin Pasaribu, diplomat muda yang mewakili Indonesia, menuding Vanuatu memiliki “obsesi berlebihan” soal bagaimana Pemerintah Indonesia harus bertindak dan memerintah negaranya. “Anda tak mewakili orang Papua, jadi berhentilah berfantasi menjadi orang Papua,” kata Silvany.
Masih di bawah pimpinan Loughman, pada 2021 Vanuatu kembali membahas persoalan yang sama, bahkan meminta PBB mengunjungi Papua untuk melakukan penilaian secara independen. Pidatonya direspons dengan hak jawab oleh diplomat Indonesia, Sindy Nur Fitry, yang mempertanyakan pemahaman Vanuatu terhadap HAM sehingga dapat membuat tudingan terhadap Indonesia.
Vanuatu, yang pada 2022 sudah tidak membawa isu Papua di forum PBB, mengumumkan rencana membuka kedutaan besar di Indonesia pada Juni lalu. Menlu Retno Marsudi menyambut baik rencana tersebut, menyebut Vanuatu sebagai salah satu mitra penting Indonesia di Pasifik.
NABIILA AZZAHRA A
Pilihan Editor: Presiden: Filipina Cuma Ingin Pertahankan Wilayah, Bukan Cari Ribut dengan Cina