TEMPO.CO, Jakarta - Qatar siap untuk mengambil peran sebagai mediator internasional setelah perjanjian pertukaran tahanan yang ditengahi Doha baru-baru ini antara Iran dan Amerika Serikat, kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar Majed Al-Ansari, Rabu, 20 September 2023.
“Tugas kami sebagai mediator adalah memastikan para tahanan kembali ke rumah mereka dan jalur kemanusiaan aman; aman dengan cara yang menjamin Iran akan dapat menggunakannya, dan aman dengan cara yang tidak akan digunakan untuk apa pun yang termasuk dalam sanksi AS,” kata Al-Ansari pada KTT Global Timur Tengah di New York.
Al-Ansari juga menjabat sebagai penasihat Perdana Menteri Qatar dan Menteri Luar Negeri Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani.
Dia menambahkan bahwa pertukaran tahanan, di mana lima berdwikewarganegaraan Iran-AS ditukar dengan lima warga Iran yang ditahan di Amerika atas tuduhan melanggar sanksi Amerika, dilakukan dengan banyak pengamanan untuk memastikan bahwa dana tidak akan digunakan untuk tujuan jahat. Bagian terakhir dari kesepakatan tersebut termasuk pencairan dana Iran yang dibekukan sebesar $6 miliar (sekitar Rp 92 triliun), yang dikirim ke bank-bank di Doha.
Al-Ansari juga merujuk pada contoh lain upaya Qatar untuk memainkan peran mediasi, termasuk dalam konflik di Darfur, Djibouti, Eritrea, Chad, dan Republik Demokratik Kongo.
Qatar juga bertindak sebagai mediator selama dan setelah pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban pada 2021, kata Al-Ansari. Meskipun peran Qatar mendapat beberapa kritik, juru bicara tersebut mengatakan bahwa keterlibatan dengan Taliban lebih baik daripada isolasi.
“Kami memahami situasinya tidak mudah bagi komunitas internasional untuk terlibat. Namun isolasi total bukanlah solusi. Itu tidak berhasil, dan itu tidak akan berhasil. Hal ini akan mendorong pemerintahan di sana ke tangan negara-negara lain yang tidak tertarik pada hak asasi manusia bagi perempuan dan anak-anak di Afghanistan,” katanya.
Dia menambahkan bahwa pertemuan perdana menteri Qatar dengan pemimpin Taliban di Kandahar adalah pembicaraan pertama antara pemimpin negara tersebut dan pejabat asing.
Mengenai perdagangan, dan khususnya peran dominan Cina secara internasional, Al-Ansari menyatakan bahwa tidak mungkin mengisolasi Beijing.
“Cina adalah salah satu produsen terbesar di dunia. Kami akan selalu membutuhkannya dan negara itu akan selalu membutuhkan kami.” Namun, katanya, “kita tidak boleh membiarkan tekanan ekonomi digunakan dalam urusan politik. Energi tidak boleh dijadikan senjata. Perdagangan tidak boleh dijadikan senjata.”
AL ARABIYA
Pilihan Editor: Iran Tuding Normalisasi Arab Saudi-Israel Khianati Palestina