TEMPO.CO, Jakarta - Banjir bandang yang terjadi di Libya menyebabkan ribuan orang tewas. Pemerintah berlomba menguburkan jenazah yang menumpuk di jalan-jalan Kota Derna, di pesisir utara yang hancur akibat banjir. Hujan lebat menghancurkan dua bendungan sehingga menghanyutkan rumah-rumah ke laut.
Kamar mayat di rumah sakit-rumah sakit masih penuh akibat banjir Libya dan tidak dapat digunakan. Sementara itu korban selamat juga harus ditangani.
Sekitar 5.000 orang tewas dan 10.000 lainnya hilang. Kemungkinan para korban tersapu ke laut atau terkubur di bawah puing-puing yang berserakan di seluruh kota yang pernah menjadi rumah bagi lebih dari 100.000 orang, kata pihak berwenang.
Di Derna, sebuah kota berpenduduk sekitar 125.000 jiwa, lingkungan sekitar hancur. Gedung-gedung tersapu air, dan atap mobil-mobil terbalik di jalan-jalan yang tertutup lumpur dan puing-puing akibat aliran deras setelah bendungan jebol.
Mohamad al-Qabisi, direktur Rumah Sakit Wahda, mengatakan 1.700 orang meninggal di salah satu dari dua distrik di kota tersebut. Sebanyak 500 orang meninggal di distrik lainnya.
Banyak mayat tergeletak di koridor rumah sakit. Semakin banyak jenazah yang dibawa ke rumah sakit, orang-orang melihat mereka, mencoba mengidentifikasi anggota keluarga yang hilang.
“Mayat-mayat tergeletak di mana-mana, di laut, di lembah, di bawah bangunan,” ujar Hichem Abu Chkiouat, menteri penerbangan sipil di pemerintahan yang menguasai wilayah timur. “Saya tidak melebih-lebihkan ketika saya mengatakan bahwa 25 persen kota telah hilang. Banyak sekali bangunan yang runtuh.”
Televisi lokal al-Masar mengatakan menteri dalam negeri pemerintahan timur mengatakan lebih dari 5.000 orang tewas akibat banjir Libya. Tim darurat sedang mencari di tumpukan puing untuk mencari korban selamat dan korban tewas akibat banjir Libya. Sesuai keyakinan agam Islam, bahwa orang yang sudah mati harus segera dikuburkan.
“Komite Martir (telah dibentuk untuk) mengidentifikasi orang-orang yang hilang dan menerapkan prosedur untuk mengidentifikasi dan menguburkan mereka sesuai dengan hukum dan standar syariah dan hukum,” kata Menteri Negara Urusan Kabinet Libya, Adel Juma.
Badai Daniel mengganggu komunikasi, menggagalkan upaya penyelamatan dan menyebabkan kecemasan di antara anggota keluarga di luar Libya yang sedang menunggu kabar tentang orang-orang tercinta yang hilang.
Libya diguncang oleh pemberontakan tahun 2011 melawan pemerintahan Muammar Gaddafi dan terkoyak oleh perang saudara. Pemerintah Persatuan Nasional (GNU) yang didukung PBB, dipimpin oleh Abdulhamid Dbeibeh, berkedudukan di Tripoli di barat laut Libya. Sementara saingannya di timur dikendalikan oleh komandan Khalifa Haftar dan Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpinnya, yang mendukung parlemen yang berbasis di timur, dipimpin oleh Osama Hamad.
CNN | REUTERS
Pilihan Editor: Profil Giorgia Meloni, Perdana Menteri Italia Wanita Pertama dalam Sejarah Italia