TEMPO.CO, Jakarta - Badan HAM PBB telah menyatakan keprihatinannya terhadap berlanjutnya pelecehan dan penahanan terhadap pembela hak asasi manusia di Bangladesh, termasuk peraih Nobel Muhammad Yunus dan para pemimpin organisasi hak asasi manusia terkemuka Odhikar.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk, Selasa, 5 September 2023, meminta pihak berwenang di negara Asia Selatan untuk menciptakan “lingkungan yang aman dan mendukung” bagi para aktivis dan pemimpin masyarakat sipil.
“Kami sangat prihatin dengan berlanjutnya intimidasi dan pelecehan terhadap aktivis hak asasi manusia dan pemimpin masyarakat sipil melalui proses hukum di Bangladesh, termasuk peraih Nobel Muhammad Yunus,” Ravina Shamdasani, juru bicara Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, mengatakan dalam sebuah pernyataan.
“Pelecehan hukum terhadap pemimpin masyarakat sipil, aktivis HAM, dan suara-suara berbeda pendapat lainnya merupakan tanda yang mengkhawatirkan bagi ruang sipil dan demokrasi di Bangladesh,” kata Shamsadani.
Adilur Rahman Khan dan Nasiruddin Elan dari Odhikar telah didakwa dengan kasus pidana karena laporan pencarian fakta tentang pembunuhan di luar proses hukum 10 tahun lalu.
Pemerintahan Hasina dituduh menargetkan aktivis hak asasi manusia dan lawan politik, dan pasukan keamanan dituduh melakukan ratusan pembunuhan di luar proses hukum sejak Hasina berkuasa pada 2008.
AS menjatuhkan sanksi terhadap pasukan paramiliter elit, Batalyon Aksi Cepat (RAB), pada Desember 2021 atas dugaan keterlibatan mereka dalam pembunuhan di luar proses hukum.
Washington juga mengancam akan membatasi pemberian visa bagi warga Bangladesh yang akan mengganggu pemilu yang dijadwalkan akan diadakan awal tahun depan. Hasina menuduh AS mengupayakan perubahan rezim di Bangladesh karena kritik AS terhadap hak asasi manusia di negara Asia Selatan tersebut.
Dalam sebuah surat terbuka bulan lalu, para pemimpin global, termasuk mantan Presiden AS Barack Obama, mantan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dan lebih dari 100 peraih Nobel, mengatakan mereka sangat prihatin dengan ancaman baru-baru ini terhadap demokrasi dan hak asasi manusia di Bangladesh.
Mereka mendesak Perdana Menteri Sheikh Hasina untuk menunda proses hukum terhadap Muhammad Yunus, yang dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada 2006 karena memelopori penggunaan kredit mikro untuk membantu masyarakat miskin.
“Salah satu ancaman terhadap hak asasi manusia yang menjadi perhatian kita dalam konteks kekinian adalah kasus peraih Nobel Perdamaian Prof Muhammad Yunus. Kami khawatir dia baru-baru ini menjadi sasaran apa yang kami yakini sebagai pelecehan hukum terus-menerus,” demikian isi surat tertanggal 29 Agustus itu.
“Kami yakin bahwa peninjauan menyeluruh atas kasus-kasus antikorupsi dan undang-undang ketenagakerjaan terhadapnya akan menghasilkan pembebasannya,” katanya.