TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, Senin, mengatakan bahwa pemerintah akan mengalokasikan tambahan 20,7 miliar yen (atau Rp 2,1 triliun) untuk mendukung industri perikanan setelah larangan impor produk perairan Jepang oleh Cina.
Larangan ini menyusul dimulainya pelepasan air radioaktif yang telah diolah dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang hancur bulan lalu.
Pemerintah sebelumnya telah menyiapkan dua dana senilai 80 miliar yen untuk membantu mengembangkan pasar baru dan membekukan kelebihan ikan hingga dapat dijual ketika permintaan pulih, dan langkah-langkah lainnya.
Dengan tambahan dana, dari cadangan anggaran, dukungan akan berjumlah 100,7 miliar yen (sekitar Rp 10,4 triliun), kata Kishida.
Sementara itu, banyak nelayan Jepang yang menentang pelepasan tersebut karena khawatir hal ini akan menggagalkan upaya bertahun-tahun untuk meningkatkan citra industri perikanan setelah bencana 2011.
Lebih dari 100 penggugat, termasuk nelayan di Fukushima dan prefektur sekitarnya, akan mengajukan gugatan di Pengadilan Distrik Fukushima pada Jumat, kata Sugie Tanji, anggota sekretariat kelompok tersebut, Senin.
“Pemerintah gagal menepati janjinya untuk mendapatkan persetujuan dari para nelayan sebelum mengambil keputusan pelepasan,” katanya.
“Ini adalah kebijakan yang salah karena mengabaikan penolakan keras tidak hanya dari koperasi nelayan Fukushima tetapi juga dari koperasi di seluruh negeri,” kata kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan.
“Pelepasan ke laut tidak dapat ditoleransi karena akan menambah penderitaan para korban kecelakaan nuklir,” tambahnya.
Pelepasan air ini menimbulkan reaksi keras dari Cina, termasuk larangan impor makanan laut Jepang.
Kantor-kantor pemerintah dan bisnis Jepang juga dibombardir dengan ribuan panggilan mengganggu dari nomor telepon Cina.
Pemerintah Metropolitan Tokyo sendiri menerima 34.300 panggilan telepon sejak 24 Agustus hingga Kamis pekan lalu, katanya.
Pejabat pemerintah Jepang telah melakukan upaya untuk meyakinkan masyarakat bahwa ikan dan produk lainnya dari Fukushima aman untuk dikonsumsi.
Pekan lalu, Perdana Menteri Fumio Kishida dan utusan AS untuk Jepang, Rahm Emanuel, antara lain, memakan ikan Fukushima di depan kamera TV.
Sebelum pelepasan air tersebut, Cina adalah tujuan ekspor makanan laut terbesar Jepang, dan larangan Beijing membuat orang-orang di sektor ini khawatir.