TEMPO.CO, Jakarta - Rusia telah melancarkan serangan udara terhadap salah satu pelabuhan pengekspor biji-bijian terbesar di Ukraina. Seperti dilansir Reuters Senin 4 September 2023, serangan ini terjadi beberapa jam sebelum Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dijadwalkan mengadakan pembicaraan.
Angkatan Udara Ukraina pada Senin mendesak penduduk pelabuhan Izmail, salah satu dari dua pelabuhan pengekspor biji-bijian utama Ukraina di Sungai Danube di wilayah Odesa, untuk mencari perlindungan.
Beberapa media Ukraina melaporkan suara ledakan di daerah tersebut.
Serangan itu terjadi ketika Putin dan Erdogan bertemu di resor Sochi di Laut Hitam, Rusia, untuk mengadakan pembicaraan mengenai kesepakatan ekspor gandum Ukraina. Hal ini diharapkan akan membantu meringankan krisis pangan di beberapa bagian Afrika, Timur Tengah dan Asia.
Kesepakatan tersebut – yang ditengahi oleh PBB dan Turki pada Juli 2022 – telah mengizinkan hampir 33 juta metrik ton biji-bijian dan komoditas lainnya meninggalkan tiga pelabuhan Ukraina meskipun ada invasi Rusia.
Namun, Moskow keluar dari perjanjian tersebut sekitar enam minggu lalu, dengan keluhan bahwa ekspor makanan dan pupuknya menghadapi kendala dan tidak cukupnya pasokan gandum Ukraina ke negara-negara yang membutuhkan.
Sejak itu, mereka sering melancarkan serangan terhadap pelabuhan Sungai Danube, yang menjadi jalur utama ekspor gandum Ukraina.
Serangan pada Senin – yang skalanya belum diketahui secara pasti – terjadi setelah serangan Rusia pada Minggu di pelabuhan utama Reni di Danube. Infrastruktur pelabuhan tersebut dilaporkan rusak dan setidaknya dua orang terluka.
Seorang pembantu utama Erdogan mengatakan kepada saluran televisi Turki A Haber pada Minggu bahwa pertemuan antara para pemimpin Rusia dan Turki akan “memainkan peran paling penting” dalam menghidupkan kembali koridor gandum.
“Status saat ini [kesepakatan gandum] akan dibahas pada pertemuan puncak pada Senin. Kami berhati-hati, tapi kami berharap bisa mencapai kesuksesan karena ini adalah situasi yang mempengaruhi seluruh dunia,” kata Alif Cagatay Kilic, kepala penasihat kebijakan luar negeri dan keamanan Erdogan.
Erdogan – yang telah mempertahankan hubungan dekat dengan Putin selama perang 18 bulan, termasuk dengan menolak ikut serta dalam sanksi Barat terhadap Rusia – telah berulang kali berjanji untuk menghidupkan kembali perjanjian Laut Hitam.
Presiden Turki sebelumnya telah menunjukkan simpati terhadap posisi Putin, dengan mengatakan pada Juli bahwa pemimpin Rusia tersebut mempunyai “harapan tertentu dari negara-negara Barat” mengenai kesepakatan gandum dan bahwa “penting bagi negara-negara ini untuk mengambil tindakan dalam hal ini”.
Rusia mengatakan jika tuntutan untuk meningkatkan ekspor biji-bijian dan pupuk terpenuhi, maka Moskow akan mempertimbangkan untuk menghidupkan kembali perjanjian Laut Hitam. Meskipun ekspor makanan dan pupuk Rusia tidak terkena sanksi Barat, Moskow mengatakan pembatasan pembayaran, logistik dan asuransi telah menghambat pengiriman.
Salah satu tuntutan utama Rusia adalah agar Bank Pertanian Rusia terhubung kembali ke sistem pembayaran internasional SWIFT. Uni Eropa menghentikannya pada Juni 2022.
PBB juga telah meningkatkan upayanya untuk menghidupkan kembali perjanjian tersebut.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan pada Kamis bahwa dia telah mengirim surat kepada Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dengan “proposal konkret” yang bertujuan untuk membawa ekspor Moskow ke pasar global
Namun para pejabat Rusia mengatakan mereka tidak puas dengan surat tersebut.
Seorang diplomat Rusia, yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa “tidak ada pengungkapan” dalam surat Guterres kepada Lavrov dan surat itu hanya “ringkasan dari gagasan PBB sebelumnya, yang tidak berhasil”.
Pilihan Editor: Ukraina Tuduh Drone Rusia Hantam Pelabuhan di Sungai Danube
REUTERS | AL JAZEERA