TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Kriminal Arab Saudi telah menjatuhkan hukuman mati kepada saudara laki-laki seorang ulama terkemuka karena cuitannya di Twitter yang menentang korupsi. Tersangka juga dihukum karena membela pengkhotbah lain yang dipenjara selama interogasi.
“Pengadilan Kriminal Khusus di Riyadh yang dipimpin oleh hakim, Awad al Ahmari, menjatuhkan hukuman mati kepada saudara saya, Mohammad al Ghamedi, menyusul lima tweet yang mengkritik korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia,” cuit pengkhotbah Saudi Saeed bin Nasser al Ghamedi.
Dia menyatakan bahwa saudaranya, seorang pensiunan guru, membela ulama Saudi yang ditahan Awad al Qarni, Salman al Awda, Ali al Omari dan Safar al Hawali selama interogasi. Saeed al Ghamedi menunjukkan bahwa pengadilan tidak mempertimbangkan semua laporan medis yang membuktikan penyakit saraf kronisnya, dan tidak memperhatikan usia tua dan penyakitnya, atau fakta bahwa akunnya hanya memiliki sembilan pengikut.
Al Ghamedi, dalam tweetnya, mengimbau semua orang yang memiliki kemampuan untuk membantu membebaskan saudaranya dari “keputusan yang tidak adil dan tidak adil.”
Keputusan terhadap Mohammad al Ghamdi, dibuat pada awal Juli atau hampir setahun setelah ia ditangkap pada Juni 2022. Putusan itu telah dikonfirmasi pada hari Jumat oleh kelompok advokasi Alqst dan Sanad Rights Foundation yang berbasis di Inggris.
Arab Saudi memberlakukan hukuman keras terhadap pengkritiknya. Tahun lalu, pengadilan Arab Saudi menjatuhkan hukuman 45 tahun penjara kepada seorang perempuan karena unggahannya di media sosial.
Nourah binti Saeed Al-Qahtani divonis hukuman 45 tahun penjara ats tuduhan menggunakan internet untuk merobek tatanan sosial (Saudi) dan melanggar ketertiban umum dengan menggunakan media sosial.
Hukuman terhadap Qahtani terjadi beberapa minggu setelah Salma Al-Shehab, ibu dari dua anak dan kandidat doktor di Universitas Leeds di Inggris dijatuhi hukuman 35 tahun penjara karena mengikuti dan men-tweet ulang para pembangkang dan aktivis di Twitter.
MIDDLE EAST MONITOR
Pilihan Editor: Paus Bicara soal Sejarah Rusia: Dipuji Kremlin, Disesalkan Ukraina