TEMPO.CO, Jakarta - Calon presiden kuat Taiwan William Lai menulis di Wall Street Journal, Rabu, 5 Juli 2023, bahwa ia dapat menjaga perdamaian dengan China jika terpilih, menegaskan kembali kesediaannya untuk melakukan pembicaraan tanpa prasyarat dan janji untuk meningkatkan pertahanan.
Lai, wakil presiden Taiwan dan calon dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa, secara konsisten memimpin mayoritas jajak pendapat menjelang pemilihan Januari. Presiden Tsai Ing-wen tidak dapat mencalonkan diri lagi setelah dua periode menjabat.
Dalam sebuah komentar, Lai mengatakan bahwa terlepas dari tantangan militer dan ekonomi dari China, termasuk infiltrasi udara China yang hampir setiap hari di dekat pulau itu, prioritas utamanya tetap pragmatisme dan konsistensi.
"Saya akan mendukung status quo lintas-selat - yang merupakan kepentingan terbaik baik bagi Rebuplik China, sebagaimana Taiwan secara resmi dikenal, dan komunitas internasional. Saya tidak akan pernah mengesampingkan kemungkinan dialog tanpa prasyarat, berdasarkan pada prinsip timbal balik dan martabat," tambahnya.
Lai mengatakan dia akan melanjutkan rencana Tsai untuk meningkatkan pertahanan Taiwan, seperti membelanjakan lebih banyak untuk militer, menambahkan bahwa langkah-langkah ini mengurangi risiko perang dengan menaikkan taruhan dan biaya untuk Beijing.
"Saya akan mencari kerja sama yang lebih besar dengan mitra dan sekutu, khususnya dalam pelatihan, restrukturisasi kekuatan, pertahanan sipil, dan berbagi informasi," tulisnya.
Lai diperkirakan akan mengunjungi Amerika Serikat bulan depan, menurut sumber-sumber diplomatik, seperti yang biasanya dilakukan calon presiden, untuk membahas agenda kebijakan mereka.
Amerika Serikat adalah pendukung dan pemasok senjata internasional terpenting bagi Taiwan.
Tsai telah berulang kali menawarkan pembicaraan dengan China tetapi ditolak. Beijing memandangnya sebagai separatis karena menolak menerima posisi China bahwa Taiwan dan China adalah bagian dari "Satu China". Dia mengatakan hanya orang Taiwan yang bisa memutuskan masa depan mereka.
Lai membuat China marah pada 2018 ketika dia menjadi perdana menteri, mengatakan kepada parlemen bahwa dia adalah "pekerja kemerdekaan Taiwan" dan posisinya adalah bahwa Taiwan adalah negara yang berdaulat dan merdeka - garis merah untuk Beijing.
Baik Tsai maupun Lai mengatakan bahwa Republik China, nama resmi Taiwan, sudah menjadi negara merdeka, meski hanya 13 negara yang mengakuinya secara resmi.
REUTERS
Pilihan Editor: Jokowi Melawat ke Papua Nugini, Bicara Soal Perbatasan dan Perdagangan