TEMPO.CO, Jakarta - Tentara dan kelompok paramiliter Sudan (RSF) kembali menandatangani kesepakatan gencatan senjata selama tujuh hari. Seperti dilansir Al Jazeera, kesepakatan itu dicapai pada Sabtu dan ditandatangani pada malam harinya.
Dalam pernyataan bersama antara Amerika Serikat dan Arab Saudi yang menjadi penengah, kesepakatan akan dimulai Senin pada Senin 22 Mei 2023 pukul 21.45 waktu Khartoum.
"Sudah diketahui umum bahwa para pihak sebelumnya telah mengumumkan gencatan senjata yang belum dipatuhi," kata Kementerian Luar Negeri AS dalam pernyataannya.
Kemlu AS mengatakan, tidak seperti gencatan senjata sebelumnya, kesepakatan yang dicapai di Jeddah itu akan didukung oleh mekanisme pemantauan yang didukung AS-Arab Saudi dan internasional.
Perjanjian tersebut juga menyerukan untuk mendistribusikan bantuan kemanusiaan, memulihkan layanan penting dan menarik pasukan dari rumah sakit dan fasilitas umum yang penting.
"Sudah lewat waktu untuk menyarungkan senjata dan mengizinkan akses kemanusiaan tanpa hambatan. Saya memohon kedua belah pihak untuk menjunjung tinggi kesepakatan ini - mata dunia sedang mengawasi," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
Pertempuran antara tentara pemerintah dengan pasukan paramiliter (RSF) Sudan itu membuat warga sipil terjebak dalam krisis kemanusiaan dan menyebabkan lebih dari 1,1 juta orang mengungsi.
Pertempuran dua kubu itu telah menyebabkan runtuhnya sistem hukum dan ketertiban. Penjarahan merajalela termasuk ke supermarket, bank, gereja hingga kedutaan. Kemarin, kedutaan Qatar disatroni sekelompok orang bersenjata. Qatar menjadi kedutaan terakhir yang didatangi pihak tak dikenal setelah kedutaan Yordania dan Arab Saudi pada pekan ini.
Stok makanan, uang tunai, dan kebutuhan pokok semakin menipis. Kelompok bantuan mengatakan mereka tidak dapat memberikan bantuan yang memadai di Khartoum, ibu kota, karena tidak adanya jalan yang aman dan jaminan keamanan untuk staf.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 705 orang tewas dan sedikitnya 5.287 terluka selama konflik yang telah berlangsung selama enam pekan. Sementara data dari Sindikat Dokter Sudan per Selasa menyebut korban tewas mencapai 822 orang.
Sebelumnya, telah terjadi kesepakatan gencatan senjata antara kedua pihak. Namun, kedua pihak terus saling menuduh melanggar berbagai perjanjian itu.
Serangan udara dilaporkan pada Sabtu beberapa jam sebelum kesepakatan gencatan senjata oleh saksi mata di Omdurman selatan dan Bahri utara. Dua kota yang terletak di seberang Sungai Nil dari Khartoum itu membentuk "tiga ibu kota" Sudan.
Beberapa serangan terjadi di dekat stasiun penyiaran negara di Omdurman, kata para saksi mata."Kami menghadapi tembakan artileri berat pagi ini, seluruh rumah berguncang," kata Sanaa Hassan, 33 tahun yang tinggal di lingkungan al-Salha Omdurman, kepada Reuters melalui telepon.
"Mengerikan, semua orang berbaring di bawah tempat tidur. Apa yang terjadi adalah mimpi buruk," katanya.
RSF bersembunyi di distrik pemukiman, menyebabkan serangan udara yang hampir terus-menerus oleh angkatan bersenjata Sudan.
Pilihan Editor: 60 Ribu Pengungsi Sudan Berlindung ke Chad
REUTERS | AL JAZEERA