Senjata Kimia
Kehadiran Assad di KTT Saudi menandai pergantian nasib yang luar biasa bagi pemimpin Suriah, yang saat itu Presiden AS Donald Trump melabelinya "binatang" karena menggunakan senjata kimia pada 2018 - sebuah tuduhan yang dia bantah secara konsisten.
Assad jarang meninggalkan Suriah setelah perang dimulai, hanya pergi ke Iran dan Rusia hingga 2022, ketika ia mengunjungi Uni Emirat Arab – perjalanan pertamanya ke sebuah negara Arab sejak 2011.
Beberapa wilayah Suriah tetap berada di luar kendalinya.
Pasukan Turki dikerahkan di sebagian besar barat laut, yang masih berada di tangan pemberontak, sementara kelompok pimpinan Kurdi menguasai timur dan timur laut, termasuk ladang minyak Suriah, dengan dukungan dari pasukan AS yang ditempatkan di sana.
Salem Al-Meslit, seorang tokoh oposisi politik Suriah terhadap Assad, menulis di Twitter bahwa kehadirannya adalah "hadiah gratis untuk penjahat perang".
Pasukan pemerintah telah menggunakan senjata kimia lebih dari dua lusin kali selama perang sipil Suriah, kata penyelidik kejahatan perang PBB. Suriah telah berulang kali membantah menggunakan senjata kimia.
Kembalinya Assad ke Arab adalah bagian dari tren yang lebih luas di Timur Tengah di mana pihak-pihak bermusuhan telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan yang tegang akibat konflik dan persaingan selama bertahun-tahun.
Arab Saudi, Qatar, dan lainnya selama bertahun-tahun mendukung pemberontak anti-Assad. Tetapi tentara Suriah, yang didukung oleh Rusia dan Iran, mendapatkan kembali kendali atas sebagian besar negara itu bertahun-tahun yang lalu.
Meskipun negara-negara Arab tampaknya telah membawa Assad keluar dari pengasingan, mereka masih menuntut agar dia mengekang perdagangan narkoba Suriah yang berkembang pesat dan agar pengungsi perang diizinkan untuk kembali.
REUTERS
Pilihan Editor: Pengadilan: Iran Eksekusi Hukuman Mati Tiga Pria Terkait Unjuk Rasa