TEMPO.CO, Jakarta – Analis Timur Tengah Dina Sulaeman mengatakan gagasan solusi dua negara dalam upaya menghentikan pendudukan Israel di wilayah Palestina tidak dapat diimplementasikan, seiring kekerasan yang terus meningkat seperti yang terjadi di kompleks Al-Aqsa belum lama ini.
“Tidak mungkin hidup dua negara yang berdampingan secara damai, ketika wilayah Palestina terpisah satu sama lain, satu di Tepi Barat – satu di Gaza. Israel juga selalu melakukan serangan, pengusiran, dan pendudukan,” kata Dina yang bergabung secara virtual dalam diskusi di pusat kebudayaan Islam di Jakarta Selatan pada Jumat, 14 April 2023.
Kompleks Al Aqsa menjadi pusat krisis keamanan pekan lalu. Polisi Israel menggerebek masjid untuk mengusir para pemuda yang mencoba bertahan dengan senjata batu dan kembang api.
Pengepungan ke Masjid Al Aqsa memicu tembakan roket faksi Hamas Palestina ke Israel. Gertakan itu ditanggapi dengan serangan Israel di lokasi di Gaza, Libanon selatan, dan Suriah.
Solusi dua negara pertama kali dicetuskan oleh Komisi Peel yang dibentuk oleh Inggris, sebagai pemegang mandat kekuasaan di Palestina. Pada 7 Juli 1937, komisi tersebut mengusulkan pembentukan negara Yahudi dan Arab untuk mendamaikan bangsa Palestina dan Israel.
Indonesia menjadi salah satu pihak yang mendukung solusi dua negara. Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI, dalam diskusi daring yang diselenggarakan Nahdlatul Ulama dan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) pada Kamis, 14 Februari 2023, mengatakan, “Solusi dua negara adalah satu-satunya pilihan yang tersedia dan kita tidak punya pilihan yang lebih baik daripada ini.”
Dina menganggap gagasan solusi dua negara ini merupakan suatu kekeliruan, yang diakui oleh para Ilmuwan asal Israel, untuk mengatur posisi penjajah dan yang dijajah seolah ada semacam upaya damai.
Menurut Dina, di lapangan, kondisi sudah sedemikian rupa berubah sehingga ide itu tidak dapat terwujud. Dosen Hubungan Internasional Universitas Padjajaran itu mengatakan, di wilayah pendudukan, kontrol Israel yang diskriminatif, berlaku penuh untuk mengatur Palestina.
“Makanya disebut apartheid.. Ini kejahatan internasional,” kata Dina.
Kekerasan Israel-Palestina telah melonjak tahun ini, dengan seringnya serangan militer dan kekerasan oleh pemukim Israel di tengah serentetan serangan Palestina. Lebih dari 90 orang Palestina dan setidaknya 19 orang Israel serta warga asing lain telah tewas sejak Januari.
DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: Kembali dari Cina, Warga Australia Didakwa atas Dugaan Menjual Informasi Negara