Ahmed Al-Deek, seorang pejabat di Kementerian Luar Negeri Palestina, mendesak warga Palestina di Gaza dan kamp-kamp pengungsian di negara-negara Arab untuk tidak melakukan perjalanan ilegal tetapi mengatakan blokade yang dipimpin Israellah yang menjadi alasan utama anak-anak muda Gaza pergi untuk mencari masa depan yang lebih baik di luar negeri.
Deek juga menyalahkan perpecahan internal yang tak kunjung usai antara Fatah dan Hamas dan menyerukan “semua pejabat di Jalur Gaza untuk memikul tanggung jawab mereka dan menyelesaikan masalah kaum muda dan memberi mereka kehidupan yang bermartabat."
Warga Gaza mengatakan mereka diperintah oleh tiga pemerintah: Otoritas Palestina Presiden Mahmoud Abbas, yang memiliki pemerintahan sendiri terbatas di Tepi Barat yang diduduki Israel, dan yang mempekerjakan ribuan orang di Gaza, kelompok Islam Hamas, yang menjalankan Gaza, dan Israel, entitas ketiga yang mengontrol perbatasan de facto-nya.
Mohammad Kuhail, 26, seorang lulusan fisioterapi, mencoba selama enam tahun untuk mendapatkan pekerjaan di lembaga-lembaga yang dijalankan oleh Hamas, PBB atau yang berafiliasi dengan gerakan Fatah Abbas. Tapi ia gagal.
"Jika saya dari Hamas, mereka akan mempekerjakan saya," kata pria berusia 26 tahun itu. “Fatah juga sama, Fatah peduli dengan orang-orang Fatah,” kata Kuhail yang menghabiskan waktunya di kafe-kafe murahan bersama teman-teman pengangguran lainnya.
Enam saudara kandungnya lulusan perguruan tinggi, dua di antaranya insinyur, dan tak satu pun yang pernah mendapatkan pekerjaan, katanya, membuat seluruh keluarga bergantung pada ayahnya yang seorang penjaga sekolah.
Menurut perkiraan Palestina dan PBB, pengangguran kaum muda di Gaza mencapai sekitar 70%, angka yang membuat mimpi membangun masa depan apa pun di luar jangkauan sebagian besar kaum muda.
REUTERS
Pilihan Editor: Xi Jinping dan Putin Ingin Bentuk Tatanan Dunia Baru, Tidak Ada Perdamaian di Ukraina