TEMPO.CO, Jakarta - Dua pilot Ukraina sedang berlatih simulator penerbangan di Arizona, Amerika Serikat, dan dievaluasi oleh militer AS, kata pejabat setempat pada Sabtu.
Seperti dilansir Reuters Ahad 5 Maret 2023, pernyataan itu muncul ketika pemerintah AS di Washington masih bungkam soal pengiriman jet tempur atau pesawat nirawak (drone) canggih dengan kendali jarak jauh ke Ukraina.
AS dan negara-negara sekutunya telah mengguyur Ukraina dengan berbagai senjata, mulai dari rudal Javelin hingga peluncur roket HIMARS.
Namun, belum ada komitmen dari Barat untuk mengirimkan jet tempur canggih dan drone besar bersenjata ke Ukraina.
"Kegiatan pengenalan" di Arizona itu akan memfasilitasi dialog antara personel Ukraina dan AS dan memberi kesempatan untuk mengamati bagaimana Angkatan Udara AS beroperasi, kata seorang pejabat pertahanan AS yang berbicara secara anonim.
"Kegiatan ini membuat kami dapat lebih membantu pilot Ukraina menjadi kian efektif dan lebih membantu mengembangkan kemampuan mereka," kata pejabat tersebut.
"Program ini juga mengawasi bagaimana pilot Ukraina membuat perencanaan dan pelaksanaan misi lewat simulator penerbangan sehingga kami dapat memberi saran bagaimana menggunakan kemampuan yang mereka miliki," kata seorang pejabat pemerintah AS yang juga berbicara secara anonim.
NBC News sebelumnya melaporkan keberadaan pilot-pilot Ukraina itu di Arizona pada Sabtu.
Negara-negara sekutu lainnya, ujar pejabat pertahanan, telah menggelar kegiatan serupa sebelumnya. Pejabat itu tidak mengungkap berapa lama kedua pilot Ukraina itu akan berada di Arizona.
Menurut kedua pejabat itu, belum ada kabar baru soal komitmen pengiriman jet tempur F-16 ke Ukraina.
"Ini mengenai melatih mereka menggunakan pesawat mereka sendiri, bukan mengenai F-16," kata pejabat pemerintah.
Colin Kahl, Wakil Menteri Pertahanan AS Bidang Kebijakan, mengatakan di DPR AS pada Selasa (28/2) bahwa pemerintah belum memulai pelatihan F-16 untuk Ukraina.
Pelatihan peralatan militer, baik untuk penggunaan maupun perawatan, selama ini menjadi indikator utama bahwa pengiriman peralatan kemungkinan akan dilakukan.
Pernyataan Kahl muncul pada rapat dengar pendapat di DPR yang berfokus kepada pengawasan bantuan militer hampir US$32 miliar dolar atau sekitar Rp488,88 triliun yang telah diberikan pemerintah Presiden Joe Biden kepada Ukraina sejak invasi Rusia setahun lalu.
Bantuan militer itu mencakup pesawat nirawak, sistem artileri jarak jauh, dan kemampuan pertahanan udara. Pentagon atau Departemen Pertahanan AS memerlukan waktu sedikitnya 18 bulan untuk menilai kelayakan pengiriman F-16 dan pelatihan pilotnya.
"Jadi, Anda sebenarnya tidak menghemat waktu dengan memulai pelatihan lebih awal," kata Kahl kepada panel DPR AS.
Menurut Kahl, kerumitan bertambah karena tidak ada kejelasan mengenai armada apa yang akan diperoleh Ukraina. "Mereka (Ukraina) akhirnya bisa saja mendapatkan pesawat Tornado Inggris atau Gripens (Swedia) atau Mirage (Prancis), sehingga Anda tidak akan melatih mereka dengan F-16," katanya.
Pilihan Editor: Lagi, AS Siapkan Paket Bantuan Senjata dan Amunisi Rp 30 T untuk Ukraina
REUTERS