TEMPO.CO, Jakarta - Protes mengguncang Iran lagi Kamis malam, 16 Februari 2023, setelah sempat surut dalam beberapa pekan terakhir, dengan demonstran menyerukan penggulingan Republik Islam, demikian unggahan video di media sosial, Jumat.
Pawai di banyak kota termasuk Teheran yang dimulai pada Kamis malam dan berlanjut hingga dini hari menandai 40 hari sejak eksekusi dua pengunjuk rasa bulan lalu.
Mohammad Mehdi Karami dan Mohammad Hosseini digantung pada 8 Januari 2023. Dua lainnya dieksekusi pada Desember.
Protes yang melanda Iran dimulai September lalu setelah wanita Kurdi Iran berusia 22 tahun, Mahsa Amini, meninggal dalam tahanan karena melanggar kebijakan hijab, yang mengharuskan wanita untuk menutupi seluruh rambut dan tubuh mereka.
Video pada hari Jumat menunjukkan demonstrasi di beberapa lingkungan di Teheran serta di kota Karaj, Isfahan, Qazvin, Rasht, Arak, Mashhad, Sanandaj, Qorveh, dan Izeh di provinsi Khuzestan.
Menurut laporan Reuters, tiga video tentang protes di Zahedan dan satu video di Teheran terkonfirmasi.
Sebuah video online konon dari kota suci Syiah Masyhad di timur laut menunjukkan pengunjuk rasa meneriakkan: "Saudaraku yang syahid, kami akan membalas darahmu."
Video lain menunjukkan protes besar pada hari Jumat di Zahedan, ibu kota provinsi tenggara Sistan-Baluchistan, tempat tinggal suku minoritas Baluchi di Iran.
Sementara itu, pengadilan telah memecat dan memenjarakan seorang komandan polisi yang dituduh memperkosa seorang gadis.
Insiden itu memicu kemarahan menjelang protes pada 30 September yang menghadapi tindakan keras di Zahedan di mana sedikitnya 66 orang tewas, menurut Amnesty International.
Gelombang panjang kerusuhan telah menjadi salah satu tantangan terkuat bagi Republik Islam sejak revolusi 1979. Menentang aturan hijab secara terbuka, para wanita melambaikan tangan dan membakar kerudung atau memotong rambut mereka.
Sementara kerusuhan tampaknya mereda dalam beberapa pekan terakhir, mungkin karena eksekusi atau tindakan keras, namun tindakan pembangkangan sipil terus berlanjut.
Nyanyian anti-pemerintah setiap malam bergema di seluruh Teheran dan kota-kota lain. Pemuda menyemprotkan grafiti di malam hari mencela republik atau membakar papan reklame pro-pemerintah atau rambu lalu lintas di jalan raya utama. Perempuan tak bercadar muncul di jalanan, mal, toko, dan restoran meski ada peringatan dari pejabat.
Banyak wanita di antara puluhan tahanan yang baru dibebaskan telah berpose di depan kamera.
Pihak berwenang belum mundur dari kebijakan jilbab.
Dalam beberapa minggu terakhir media Iran telah melaporkan penutupan beberapa pusat bisnis, restoran dan kafe karena tidak mematuhi aturan hijab.
Pekan lalu, pejabat Iran meminta serikat pekerja untuk penegakan peraturan jilbab yang lebih ketat di toko dan perkantoranTeheran.
Mahasiswi bercadar yang "tidak benar" diperingatkan bulan lalu bahwa mereka akan dilarang memasuki Universitas Teheran, sementara media lokal melaporkan bahwa sekitar 50 mahasiswa dicegah memasuki Universitas Urmia di barat laut karena melanggar aturan jilbab.
Aktivis HAM mengatakan lebih dari 500 pengunjuk rasa tewas sejak September, termasuk 71 anak di bawah umur. Hampir 20.000 ditahan. Setidaknya empat orang telah digantung, menurut pengadilan.
Karami, juara karate berusia 22 tahun, dan Hosseini dihukum karena membunuh seorang anggota milisi pasukan paramiliter Basij.
Amnesty International mengatakan pengadilan yang menghukum Karami mengandalkan pengakuan paksa. Pengacara Hosseini mengatakan kliennya telah disiksa.
Dua lainnya dieksekusi masing-masing pada 8 dan 12 Desember.
Lima aktivis perempuan yang dibebaskan pada hari Kamis mengatakan mereka berutang kebebasan kepada solidaritas "orang-orang dan pemuda Iran yang mencintai kebebasan", menurut postingan media sosial. "Hari kebebasan sudah dekat," kata mereka dalam sebuah pernyataan.
Pilihan editor Iran Rayakan Peringatan 44 tahun Revolusi, Liputan TV Pemerintah Diretas
REUTERS