Gerakan protes, yang menuntut demokratisasi yang lebih besar, juga melanggar tabu nasional dengan secara terbuka menuntut reformasi terhadap monarki, termasuk menghapuskan Pasal 112, yang menjadikan pencemaran nama baik, penghinaan atau pengancaman keluarga kerajaan sebagai kejahatan. Pada November 2021, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa bahkan seruan untuk reformasi termasuk sebuah upaya untuk menggulingkan kerajaan.
Amnesty mengatakan dari anak-anak yang menghadapi tuntutan pidana, 17 orang didakwa dengan lese majeste berdasarkan Pasal 112, yang membawa hukuman penjara antara tiga dan 15 tahun.
Bahkan jika anak-anak itu tidak didakwa, Chanatip mengatakan proses panjang persidangan telah merampas masa depan anak-anak.
Wannaphat Jenroumjit, seorang pengacara yang bertugas di Thailand utara untuk Thai Lawyers for Human Rights, mengatakan organisasinya telah mendokumentasikan sejumlah kasus anak-anak menderita “kekerasan fisik” selama penahanan mereka.
“Contohnya, anak-anak itu ditendang di bagian tubuh ketika ditahan, dikeroyok hingga orang itu jatuh dan kemudian dipukuli, dengan menggunakan sebuah tongkat berulang-ulang dipukul atau diinjak-injak, menggunakan peluru karet,” katanya, sambil menambahkan, “ benar-benar bertentangan dengan hukum Thai dan prinsip internasional.”
Wannaphat mengatakan sementara Thailand telah “mengadopsi prinsip-prinsip internasional” dalam melindungi anak-anak, ada pengecualian luas terhadap undang-undang yang mengizinkan “pejabat untuk menggunakan banyak keleluasaan”.
“Amnesty tidak berkomentar apakah anak-anak atau para pemrotes melanggar undang-undang,” kata Chanatip. “Sikap kami adalah bahwa hukum ini sendiri tidak sesuai dengan standar internasional. Mereka ada untuk menargetkan hak orang dalam kebebasan berbicara dan berkumpul secara damai.”
Menanggapi laporan tersebut, Kementerian Kehakiman Thailand mengatakan kepada Amnesty International “kebebasan berpendapat, berekspresi, dan berkumpul… adalah hak fundamental bagi masyarakat demokratis” dan dijamin oleh Konstitusi 2017, yang diundangkan di bawah kekuasaan militer. Pernyataan itu mengatakan persidangan terhadap pengunjuk rasa anak tidak dimaksudkan untuk "membatasi hak dan kebebasan atau ... menargetkan para pembangkang".
AL JAZEERA
Pilihan Editor: Suriah, Negeri yang Terkoyak Perang Saudara, Wabah Kolera dan Gempa Bumi