TEMPO.CO, Jakarta - Jumlah korban jiwa di Suriah akibat gempa bumi yang menghancurkan telah melewati angka 2.500, menurut media pemerintah Suriah dan badan penyelamat yang beroperasi di wilayah barat daya yang dikuasai pemberontak, seperti dilansir Reuters, Rabu, 8 Februari 2023. Tim penyelamat White Helmets mengatakan di Twitter jumlah korban jiwa di wilayah kekuasaan pemberontak meningkat menjadi lebih dari 1.280 kematian dan lebih dari 2.600 terluka.
"Jumlah ini diperkirakan meningkat signifikan karena ada ratusan keluarga di bawah reruntuhan, lebih dari 50 jam setelah gempa bumi,” tulis White Helmets. Sebelumnya, menteri kesehatan Suriah mengatakan jumlah kematian di wilayah yang dikuasai pemerintah naik menjadi 1.250, menurut laporan media milik pemerintah Al-Ikhbariya di Telegram. Jumlah yang terluka 2.054, katanya.
Gempa yang terjadi, Senin, 6 Februari 2023, meluluhlantakkan Suriah yang tengah dilanda perang saudara. Sebelum gempa, negara ini telah terbagi menjadi dua selama belasan tahun. Satu wilayah dikuasai oleh pemerintah dan wilayah lain oleh pemberontak. Dan kedua wilayah itu tanpa ampun menjadi sasaran gempa yang berkekuatan 7,8 magnitudo.
Seorang laki-laki berpakaian tentara kelelahan membawa jasad anak kecil yang tertutup debu dari reruntuhan sebuah gedung yang roboh di kota Hama yang dikuasai pemerintah. Di sisi lain, melewati garis depan pertempuran, seorang pekerja penyelamat mengenakan helm putih dan rompi hitam-kuning dari pertahanan sipil Suriah membawa gadis muda – yang gemetar tetapi masih hidup – dari reruntuhan rumahnya di Azas, wilayah yang dikuasai pemberontak.
Keduanya disaksikan oleh jurnalis-jurnalis Reuters, pemandangan-pemandangan yang terungkap dalam beberapa jam setelah gempa bumi meluluhlantakkan Suriah dan Turki ini mirip, meskipun seragam-seragam jelas menempatkan para penyelamat di sisi berlawanan dari konflik yang memecah negara tersebut.
"Gempa bumi mengguncang wilayah yang dikuasai oposisi dan yang dikuasai rezim, dan saya mendukung revolusi Suriah dengan sepenuh hati, tetapi saya peduli pada rakyat saya," kata Ramadan Suleiman, 28, melalui telepon, mengungkapkan simpati bagi warga sipil yang tinggal di wilayah pemerintah.
"Saya manusia, mereka juga manusia, kami merasakan hal yang sama di Turki, merasakan hal yang sama ketika itu terjadi di tempat-tempat lain seperti Eropa. Itulah kemanusiaan,” kata Suleiman, yang mengungsi ke Idlib dari Deir al-Zor di Suriah timur selama perang.