TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Presiden Amerika Serikat George W. Bush memerintahkan CIA untuk mencari pengganti pemimpin Palestina Yasser Arafat setelah eskalasi Intifadah kedua pada 2001. Seperti dilansir BBC, mengutip dokumen Inggris yang baru dirilis, upaya Amerika itu dilakukan setelah kegagalan negosiasi Camp David pada 2000 antara Arafat dan Perdana Menteri Israel saat itu Ehud Barak. Pembicaraan itu dilakukan menyusul meningkatnya kekerasan di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Menurut dokumen tersebut, Bush memperkirakan sejak awal bahwa Ariel Sharon, yang menggantikan Barak, akan menggunakan Jalur Gaza untuk menyebarkan perpecahan di antara orang-orang Palestina. Dokumen tersebut membahas diskusi yang terjadi antara Inggris dan Amerika beberapa bulan setelah Bush dan pemerintahannya, yang didominasi oleh kaum neokonservatif, memasuki Gedung Putih.
Ketika Bush dilantik pada Januari 2001, pemberontakan Palestina kedua sedang memuncak. Pemberontakan meletus pada akhir September 2000 ketika Sharon memasuki halaman Masjid Al Aqsa, tindakan yang secara luas dilihat oleh orang Palestina sebagai provokasi.
Pemerintahan Bush meminta Arafat menghentikan pemberontakan untuk meletakkan dasar dimulainya negosiasi keamanan dengan Israel. Amerika juga memveto rancangan resolusi di Dewan Keamanan PBB, yang mengusulkan pengiriman pasukan pengamat PBB untuk melindungi warga sipil Palestina dari pasukan Israel di wilayah pendudukan.
Setelah negosiasi dibatalkan, pembicaraan telepon dilakukan antara Bush dan Perdana Menteri Inggris saat itu Tony Blair. Keduanya membahas konflik Palestina-Israel secara panjang lebar. Menurut risalah pembicaraan, Blair mengatakan Arafat adalah sebuah beban.
Blair mengatakan pemimpin Palestina itu telah mencapai batas dari apa yang dapat dia lakukan secara konstruktif dan dia hanya bekerja untuk mempertahankan posisinya. Dia menambahkan bahwa Arafat tidak lagi memiliki apa pun untuk ditawarkan, menunjukkan bahwa pemimpin tersebut telah membuat semua kemungkinan konsesi yang dia bisa.
Bush mendukung apa yang dikatakan Blair, lalu menggambarkan Arafat lemah dan tidak berguna. Dia mengungkapkan telah meminta CIA untuk mencari kemungkinan pengganti Arafat tetapi mengatakan bahwa badan tersebut meneliti kondisi Palestina secara menyeluruh dan menyimpulkan bahwa tidak ada pengganti yang tersedia.
Dokumen-dokumen Inggris mengungkapkan bahwa Menteri Luar Negeri Amerika saat itu, Colin Powell, tidak setuju dengan rencana Bush untuk mengganti Arafat.
Yasser Arafat wafat beberapa tahun kemudian, pada 11 November 2004, di sebuah rumah sakit Paris setelah pendarahan otak yang disebabkan oleh zat beracun polonium yang ditemukan di pakaian dan tubuhnya. Palestina dan Arab menuduh Israel membunuhnya, tetapi Israel menyatakan tidak bertanggung jawab atas kematiannya.
AL JAZEERA
Baca Juga: Mengunggah Video Kunjungan ke Penjara, Lima Pembuat Konten Mesir Ditahan