TEMPO.CO, Jakarta - Budaya Korea Selatan kini digemari hampir di seluruh dunia. Fenomena gelombang Korea (Korea Wave) atau Hallyu ini dinilai sukses mendominasi industri kreatif global karena perekonomian negeri ginseng itu telah kuat.
Pakar studi internasional dari Universitas Korea, Andrew Kim, mengamini jika Korea Selatan selama beberapa dekade terakhir hanya dikenal sebagai negara yang unggul di sektor teknologi dan otomotif, tapi tertinggal di bidang ekonomi kreatif. Dulu, acara televisi, film, dan musik dari Korea Selatan hanya dinikmati penonton di regional Asia, tidak seperti Jepang yang sudah mendunia.
Baca juga: 50 Tahun Korea Selatan-Indonesia: Solusi Sikapi Konflik AS-Cina di Indo-Pasifik
Baru-baru ini saja industri kreatif Korea Selatan mampu mengejutkan dengan kemunculan sejumlah grup idol seperti BTS, Blackpink, hingga film Parasite atau serial Squid Games. “Korea sekarang menjadi salah satu pengekspor budaya populer terkemuka di dunia bersama dengan AS, Inggris, dan Jepang,” katanya dalam workshop Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea Batch 2 yang digelar oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation di Jakarta, 5 Desember 2022.
Menurut Andrew, suksesnya fenomena Hallyu ini lantaran Korea Selatan telah menjadi negara yang maju. Saat ini, Korea Selatan menjadi ekonomi terbesar ke-10 di dunia dengan total PDB lebih dari US$1,8 triliun. Hal ini memungkinkan para investor berani mengeluarkan modal sehingga membantu industri kreatif menghasilkan produk-produk yang menarik dan berkualitas tinggi.
Apa yang terjadi di Korea Selatan saat ini, kata dia, sama dengan yang lebih dulu dirasakan oleh Amerika Serikat. “Kenapa banyak yang suka film blockbuster Amerika? Karena studio film mereka punya modal, mereka kaya dan punya uang untuk diinvestasikan,” ucap dia.
Selain itu, kata Andrew, ada peran dari pemerintah Korea Selatan di balik fenomena Hallyu yang mendunia. Ia menuturkan pada 1994 ada usulan ke pemerintah agar menjadikan industri kreatif sebagai industri strategis nasional. Hal ini tak lepas dari kesuksesan film Jurassic Park karya Steven Spielberg yang keuntungannya setara dengan angka penjualan Hyundai, mobil kebanggan Korea Selatan. “Itu cukup untuk menyadarkan pembuat kebijakan Korea dan publik tentang gagasan budaya sebagai sebuah industri,” tuturnya.
Sementara dari sisi industri, kata Andrew, peran agensi hiburan di Korea Selatan turut membantu meledaknya fenomena Hallyu di dunia. Ia menjelaskan agensi-agensi hiburan ini bisa mengelola semua aspek yang penting secara mandiri mulai dari mencari bakat, melatih artis, memproduksi karya, hingga mempromosikannya.
“Artinya tidak seperti di Barat, di Korea jika Anda direkrut oleh agensi hiburan semuanya akan dilakukan untuk Anda, mulai dari lagu yang ditulis, koreografi, publisitas, semuanya. Jadi itu faktor strateginya,” ucap Andrew.
Indonesia Masih Jadi Target Pasar
Anggota Dewan Profesor ASEAN di Korea, Ratih Indraswari, menilai Indonesia masih menjadi pasar bagi industri budaya Korea Selatan.
Menurut dia, Hallyu sangat populer di kalangan anak muda Indonesia karena faktor media sosial. Berdasarkan penelitian KOFICE pada 2020 tentang Tren Global Hallyu menunjukkan Indonesia berada di peringkat kedua sebagai pendengar K-Pop terbanyak di Spotify dan yang paling banyak cuitan Twitter tentang industri K-Pop.
Terlebih Indonesia bakal mengalami bonus demografi yang membuat jumlah populasi produktif mendominasi. “Itu berarti ada peluang potensial yang menggiurkan dari industri K-pop tumbuh di Pasar Indonesia,” katanya.
Baca juga: Korea Selatan Hadapi Ageing Population, Peluang Tingkatkan Pengiriman TKI Terampil