TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia dan Korea Selatan bakal memperingati 50 tahun hubungan diplomatiknya tahun depan. Sejumlah pihak menilai hubungan kedua negara akan semakin erat ke depan seiring meningkatnya ketegangan di kawasan Indo-Pasifik antara Amerika Serikat dan Cina.
Peneliti Center for ASEAN-Indian Studies, The Institute of Foreign Affairs and National Security (IFANS), Cho Wondeuk, menuturkan krisis, konflik, hingga pandemi Covid-19 telah membawa perubahan mendalam dalam dunia internasional. Ia memperkirakan hanya Amerika Serikat dan Cina, dua negara yang tak akan menemui kesulitan menghadapi segala tantangan saat ini.
Cho menilai Indonesia bisa menjadi mitra strategis bagi Korea Selatan dalam menghadapi persoalan global. Begitu pun sebaliknya.
“Jadi Indonesia adalah negara yang sangat aktif dan terdepan dalam kegiatan bentuk diplomasi . Pada saat yang sama Indonesia tidak memihak AS atau Cina,” ucap Cho secara virtual dalam acara workshop Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea Batch 2 yang digelar oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation, di Jakarta, Jumat, 26 Agustus 2022.
Cho berujar Indonesia merupakan negara yang aktif dalam diplomasi dan pengalaman sebagai pemimpin dalam beberapa jenis gerakan non-blok di dunia. Selain itu, Indonesia dinilai bisa memimpin negara-negara dunia ketiga dan mendorong semangat multilateral. “Untuk menghindari semacam persaingan naratif AS-Cina,” kata dia.
Korea Selatan Bisa Jadi Pihak Ketiga
Survei pakar terbaru dari ISEAS-Yusof Ishak Institute menunjukkan jika negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, perlu mempertimbangkan mencari opsi negara ketiga merespons meningkatnya persaingan Amerika Serikat dan Cina dalam mencari pengaruh di Asia Tenggara.
Pada 2021, hanya 8,5 persen pakar yang merasa Indoneisa perlu menggandeng pihak ketiga dalam menghadapi persaingan Beijing dan Washington. Namun, angka tersebut melonjak drastis menjadi 18,3 persen dalam survei ISEAS 2022 (Total responden 1.677 orang). “Maka dalam hal itu Korea Selatan juga dapat dianggap sebagai pilihan pihak ketiga bagi negara-negara tertentu, khususnya Indonesia,” kata Cho.
Di sisi lain, Korea Selatan ternyata tidak begitu populer bagi para pakar di Indonesia untuk dijadikan pihak ketiga di luar AS dan Cina di tengah krisis di Indo-Pasifik. Survei ISEAS menunjukkan Korea Selatan kalah dibandingkan Uni Eropa (40,5 persen), Jepang (31,3 persen), dan Australia (10,7 persen). Hanya 6,9 persen responden yang memilih Korea Selatan dan Inggris disusul India (3,8 persen).
“Jadi (Indonesia dan Korea Selatan) memiliki banyak tugas pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk (hubungan diplomatik) 50 tahun ke depan,” tutur Cho.
AHMAD FAIZ
Baca juga: Jokowi Dorong Investasi Korsel untuk Pengembangan Mobil Listrik