TEMPO.CO, Jakarta - Protes yang masih berkecamuk membuat Gaby Motuloh, WNI dari Jakarta, terdampar di Cusco, wilayah tenggara Peru karena keadaan darurat yang diberlakukan otoritas.
Baca juga: Terjebak Protes di Peru, Turis Asing Mengeluh Sakit dan Kelaparan
Baca Juga:
Niatnya untuk merayakan hari pernikahan atau anniversary bersama sang suami, Sutirta Budiman, dengan mengunjungi Machu Picchu, situs bersejarah dunia, justru bermasalah. Mereka kini terjebak di Peru akibat kemelut politik di salah satu negara Amerika Latin itu.
Penggulingan mantan Presiden Pedro Castillo pada 7 Desember 2022 telah memicu protes jalanan yang mematikan di seluruh Peru. Pemerintah Peru memberlakukan keadaan darurat sejak 14 Desember 2022, dengan membatasi kebebasan sipil dan kekuasaan lebih kepada aparat bersenjata.
Blokade jalan raya dan kereta api membuat ratusan turis terlantar di reruntuhan Machu Picchu.
"Machu Picchu merupakan pendahuluan (perjalanan kami) sebelum ke Antarctica. Kami sudah beli tiket Machu Picchu untuk 2 hari. Tapi setelah kunjungan hari pertama, di tengah malam kami dikontak Inca Rail (perusahaan kereta api), bahwa malam itu juga mereka akan mengevakuasi penumpang kembali ke Cusco," kata Gaby kepada Tempo melalui pesan instan.
"Seharusnya besok kami terbang ke Santiago, Chile. Namun, baru saja maskapai LATAM kasih kabar penerbangan batal. Padahal 17 Desember, kami sudah harus berada di Santiago untuk kemudian terbang ke Punta Arenas dan lanjut ikut cruise ekspedisi ke Antarctica, Falklands dan South Georgia selama 23 hari."
Masa pendemo dan suasana di Plaza de Armas, Cusco, Peru, Rabu, 14 Desember 2022. Sumber: Dokumen Pribadi Gaby Motuloh
Sampai Kamis malam waktu setempat, 15 Desember 2022, Gaby mengatakan aksi protes masih berlangsung walau tidak masif seperti hari sebelumnya. Kebanyakan toko dan restoran tutup. Sementara banyak turis lain pula yang terjebak dalam kondisi yang sama dengan Gaby.
Di Cusco, rombongan Gaby hanya mencakup suami, Sutirta Budiman. Akan tetapi menurut KBRI Lima, saat ini ada 4 WNI lain yang ada di kota itu, dengan keadaan tidak bisa keluar, baik lewat darat maupun udara akibat penutupan jalan-jalan dan bandara.
Tempo sudah menanyakan upaya penyelamatan ini kepada Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha, tetapi belum ada tanggapan.
Menurut Gaby, dia selalu mendapat kabar terkini dari KBRI dan kemungkinan evakuasi sedang dipertimbangkan.
Castillo digulingkan kemudian ditangkap setelah dianggap secara ilegal mencoba membubarkan Kongres Andean. Pemimpin kubu sayap kiri yang terpilih sebagai presiden pada 2021 mengaku mau mengahalau pemakzulan.
Mantan Wakil Presiden Dina Boluarte, dilantik setelah pemecatannya Castillo. Naiknya Boluarte ke tampuk kekuasaan Peru juga telah memecah belah para pemimpin Amerika Latin lainnya.
Pergolakan politik telah memicu kemarahan dan terkadang protes keras di seluruh negara Andean, terutama di daerah pedesaan dan pertambangan yang mendorong mantan petani dan guru itu menjabat pada Juli tahun lalu.
Pihak berwenang menyebut, delapan orang, yang kebanyakan merupakan remaja, tewas dalam bentrokan dengan polisi. Setidaknya enam orang menjadi korban tembakan, menurut kelompok hak asasi manusia. Para pengunjuk rasa memblokade jalan raya, membakar gedung-gedung dan menyerbu bandara.
"Khawatir pasti, namun kami terus berusaha cari solusi terbaik dan berdoa karena kami yakin Tuhan selalu memberikan yang terbaik dalam situasi tersulit apapun," kata Gaby.
Baca juga: Peru Terperosok ke Krisis Politik, Unjuk Rasa Berubah Jadi Kerusuhan
DANIEL A. FAJRI