TEMPO.CO, Jakarta - Warga kota Wuhan, Cina, menyambut pelonggaran lockdown pada minggu ini oleh pihak berwenang. Wuhan pada tiga tahun lalu, menjadi pusat penyebaran virus mematikan Covid-19, di mana ada ribuan orang meninggal karena virus ini.
Kendati aturan Covid-19 mulai dilonggarkan, namun warga Wuhan masih bersikap berhati-hati. Hanya sedikit orang yang berada di toko-toko, restoran dan kereta bawah tanah hanya terisi sebagian. Banyak warga memilih tetap waspada terhadap kemungkinan penyebaran infeksi baru.
Wuhan adalah kota metropolitan yang padat, yang menanggung beban pandemi Covid-19 pada awal 2020. Ketika itu, pihak berwenang memerintahkan agar seluruh wilayah Wuhan yang berpenduduk 11 juta jiwa, lockdown yang ketat ala militer selama lebih dari dua bulan. Itu adalah sebuah babak traumatis yang belum terlupakan oleh beberapa warga Wuhan.
"Kami tahu ini dibuka kembali, tetapi kami sendiri tidak lengah. Kami mengambil tindakan pencegahan, melindungi diri kami sendiri karena (virus) menyebar dengan cepat," kata salah satu pemilik cornershop Wuhan.
Pekerja menyemprot tanah dengan disinfektan di pasar Baishazhou selama kunjungan tim Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang ditugaskan untuk menyelidiki asal-usul virus corona (COVID-19), di Wuhan, provinsi Hubei, Cina, 31 Januari 2021. [REUTERS/Thomas Peter]
Baca juga: Shanghai Memperketat Pengamanan setelah Protes Antipembatasan Covid-19
Di luar klinik yang terhubung dengan rumah sakit pusat Wuhan, ada antrian lebih dari 100 orang mencari pengobatan Covid-19, yang dipimpin oleh tenaga kesehatan berpakaian APD putih. Rumah sakit pusat Wuhan bagian dari saksi nyata, di mana Li Wenliang, seorang dokter di rumah sakit itu, pertama kali mengumumkan adanya virus corona.
Dua apotek di Wuhan menjual obat demam sehari yang lalu. Ada pula pelanggan yang meminta vitamin C atau obat batuk, namun tak membuahkan hasil karena stok habis.
"Ini belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan awal wabah pada 2020," kata seorang apoteker di Wuhan bermarga Liu.
Otoritas kesehatan di Wuhan melaporkan ada 229 kasus Covid-19 baru pada Kamis, 8 Desember 2022, sementara otoritas kesehatan di Beijing melaporkan ada lebih dari 16 ribu kasus positif Covid-19 secara nasional pada hari yang sama.
Beijing bersikap diam di tengah keengganan beberapa sektor bisnis untuk membatalkan pembatasan Covid-19. Kecemasan kalau virus corona kemungkinan bertahan lama, bakal menghambat pemulihan kesehatan yang cepat di Cina, yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia.
"Bagi warga Wuhan, selalu ada kecenderungan untuk panic buying, apakah itu obat-obatan, atau makanan. Dapat dikatakan itu karena kami trauma dari gelombang pertama Covid-19, dan pengalaman itu masih terngiang-ngiang," kata Li, 31 tahun, manajer yang bekerja untuk sebuah perusahaan real estate di Wuhan.
Sebelumnya pada November 2022, ketika rasa frustrasi terhadap kebijakan nol-Covid-19 meningkat, beberapa penduduk Wuhan seperti Sam Yuen, seorang guru, melakukan unjuk rasa menuntut diakhirinya penguncian, bersama ribuan orang lainnya di kota-kota di seluruh China.
"Itu adalah mimpi buruk, rasanya seperti kami diperlakukan seperti binatang," kata Yuen kepada Reuters.
Dia menggambarkan bagaimana kompleks perumahan di seluruh kota telah ditutup dengan lembaran logam pada musim gugur sebagai kilas balik ke hari-hari wabah pertama.
"Sebelumnya, orang selalu mengatakan pemuda tidak akan melawan dan memperjuangkan hak mereka, tapi melawan seperti ini bagus. Itu menunjukkan kebijaksanaan dan keberanian. Ketika saya melihat orang berdiri di sana saya sangat tersentuh. Itu adalah salah satu momen terbaik dalam hidup saya. Dalam 30 tahun saya tidak pernah merasakan semangat kolektif seperti ini," ujarnya.
Kasus Covid-19 pertama kali terjadi di Wuhan pada Desember 2019. Saat itu, orang-orang mulai jatuh sakit seperti gejala pneumonia, namun penyakitnya misterius. Kasus ini lalu dikaitkan dengan pasar ikan Huanan, di mana pihak berwenang di Wuhan dikritik karena dianggap lambat merespons dan berusaha menutupi berita infeksi virus corona tersebut.
Saat kasus Covid-19 di Wuhan melonjak, pihak berwenang bergegas membangun rumah sakit darurat di tempat-tempat olahraga dan pusat konvensi di tengah lockdown seluruh kota. Otoritas Kota Wuhan menyebutkan jumlah resmi kematian akibat Covid-19 pada April 2020 adalah 3.869 orang.
Akan tetapi, beberapa orang merasa angka sebenarnya jauh lebih tinggi. Tuduhan itu mucul di tengah laporan orang-orang yang mengantri untuk mengumpulkan abu kerabat mereka dan guci abu yang ditumpuk di rumah duka.
Di tengah trauma lonjakan wabah Covid-19, ada warga yang menyambut baik kesempatan untuk memulai yang baru
"Saya senang mendengar berita itu (aturan Covid-19 dilonggarkan). Akhirnya kita bisa, bisa melanjutkan kehidpuan," kata Chen, 32, seorang dosen di sebuah universitas.
Reuters | Nugroho Catur Pamungkas
Baca juga: Anggota Parlemen ASEAN: KUHP Baru Indonesia adalah Kemunduran
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.