TEMPO.CO, Jakarta - Australia menurunkan tingkat ancaman terorisme pada Senin, 28 November 2022, menjadi “possible" dari "probable" untuk pertama kalinya dalam delapan tahun, mengutip penurunan risiko serangan dari ekstremis.
Baca: Rio Tinto Capai Kesepakatan Bersejarah dengan Etnis Aborigin
Level tersebut dinaikkan pada 2014, didorong oleh kekhawatiran atas jumlah warga Australia yang diyakini berperang di luar negeri dengan kelompok militan Islam dan kemungkinan serangan teror oleh mereka yang teradikalisasi di Irak atau Suriah.
Namun Organisasi Intelijen Keamanan Australia (ASIO) mengatakan faktor-faktor yang mendorong tingkat ancaman tidak lagi ada atau hanya bertahan pada tingkat yang lebih rendah.
"Sementara Australia tetap menjadi target potensial teroris, ada lebih sedikit ekstremis yang berniat melakukan serangan di darat," kata Mike Burgess, direktur jenderal ASIO, kepada wartawan.
Menurut dia, perubahan itu tidak berarti semua ancaman teror telah dipadamkan.
"Masih masuk akal bahwa seseorang akan mati di tangan seorang teroris di Australia dalam 12 bulan ke depan meskipun, tentu saja, (kami) akan bekerja sepanjang waktu untuk mencegahnya," tambahnya.
Bulan lalu, pemerintah Partai Buruh memutuskan memulangkan empat perempuan Australia dan 13 anak mereka dari kamp pengungsi Suriah, melanjutkan program kontroversial yang dikritik oleh oposisi Liberal-Nasional.
Burgess mengatakan keputusan hari Senin memperhitungkan langkah untuk memulangkan kelompok tersebut, terkait dengan pejuang yang tewas atau dipenjara dari kelompok militan Negara Islam (ISIS).
Menurut Burgess, jaringan lepas pantai, kemampuan dan daya pikat kelompok Islam radikal telah terdegradasi dengan memudarnya dukungan mereka di Australia meskipun belum menghilang.
"Sementara ASIO mempertimbangkan semua faktor ini saat memutuskan untuk menurunkan tingkat ancaman terorisme, saya hampir dapat menjamin bahwa ini akan perlu naik lagi di masa depan.”
Baca: Bertemu Tokoh Antisemit, Donald Trump Dikritik Republikan
REUTERS