TEMPO.CO, JAKARTA--Para sopir truk Korea Selatan memulai pemogokan besar untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari enam bulan pada Kamis 24 November 2022. Seperti dilansir Reuters, aksi mogok kerja itu akan mengganggu produksi dan pasokan bahan bakar untuk industri dari otomotif hingga petrokimia di ekonomi terbesar ke-10 di dunia itu.
Baca juga: Unjuk Rasa Sopir Truk, Sektor Industri Korea Selatan Rugi Rp 18 T
Kelompok serikat Cargo Truckers Solidarity Union (CTSU) telah memperingatkan pemogokan tersebut dapat menghentikan pasokan minyak di kilang besar dan transportasi di pelabuhan utama dan pabrik industri.
"Kami tidak punya pilihan selain menghentikan semua logistik di Korea," kata ketua serikat pekerja CSTU Lee Bong-ju pada Kamis.
"Pemerintah dan partai yang berkuasa menyesatkan dan secara terbuka membela pemilik modal, mengatakan bahwa tingkat pendapatan pengemudi truk tidak rendah dan jika sistem 'Tarif Pengangkutan Aman' diperluas, harga bisa naik karena kenaikan biaya logistik," kata Lee.
Serikat pekerja meminta pemerintah untuk memastikan agar para pemodal besar bertanggung jawab jika mereka melanggar aturan upah minimum.
Akibat melonjaknya biaya bahan bakar, para pengemudi truk menyerukan kepada pemerintah agar membuat sistem pembayaran minimum secara permane. Sistem ini dikenal sebagai "Tarif Pengangkutan Aman" yang akan berakhir pada akhir tahun. Mereka juga meminta pemerintah memperluas manfaat bagi pengemudi truk di industri lain, termasuk untuk kapal tanker minyak.
Pemerintah Korsel mengatakan akan memperpanjang skema tersebut selama tiga tahun tetapi menolak tuntutan lainnya dari serikat pekerja.
Pada Juni lalu, pemogokan selama delapan hari oleh pengemudi truk telah menunda pengiriman kargo di seluruh Korea Selatan dan menimbulkan kerugian lebih dari US$1,2 miliar dalam bentuk kerugian produksi dan kegagalan pengiriman.
Awal pekan ini, Menteri Perhubungan Won Hee-ryong mengatakan sistem Safe Freight Rate belum terbukti meningkatkan keselamatan pengemudi truk. Namun, sistem ini hanya meningkatkan pendapatan mereka. Dan itulah alasan mengapa pemerintah menolak untuk memperluas cakupan skema tersebut.
Raksasa industri termasuk Hyundai Motor dan produsen baja POSCO, terpaksa memangkas produksi akibat pemogokan pada Juni lalu, dan POSCO telah memperingatkan bahwa pemogokan baru dapat memperlambat pekerjaan perbaikan di pabrik besar yang dilanda banjir musim panas ini.
"Jika pemogokan serikat kargo berlanjut, itu akan membebani tidak hanya industri besar, tetapi juga mata pencaharian masyarakat dan perekonomian nasional secara keseluruhan," kata Perdana Menteri Han Duck-soo pada Kamis.
Serikat pekerja memulai 16 aksi mogok di seluruh negeri pada Kamis pagi, termasuk di pelabuhan di Ulsan yang menampung pabrik manufaktur Hyundai Motor.
Pengemudi truk yang mogok terlihat oleh saksi mata Reuters sedang makan mie gelas dan minum soju, minuman keras tradisional Korea yang dibuat dari beras, di pagi hari sebelum unjuk rasa di pusat transportasi Uiwang, provinsi Gyeonggi. Pejabat serikat pekerja mengatakan sekitar seribu pengemudi truk berkumpul di lokasi tersebut.
Pengemudi truk meneriakkan, "Kami berhenti, dunia pun akan berhenti!" dan "Ayo berhenti mengemudi untuk mengubah dunia!". Di Busan, pelabuhan terbesar Korea Selatan, petugas polisi dan bus terlihat berbaris di sepanjang rute utama.
Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk mengerahkan truk militer untuk transportasi darurat, dan mengamankan lebih banyak ruang penyimpanan jika kargo menumpuk. Asosiasi Stasiun Minyak Korea meminta pemilik pompa bensin untuk mengamankan persediaan yang cukup menjelang pemogokan, kata seorang pejabat asosiasi sebelumnya.
Serikat pekerja mengatakan hampir semua dari 25.000 anggota CTSU, sekitar 6 persen dari supir truk di negara itu, akan ambil bagian dalam pemogokan, bergabung dengan sejumlah anggota non-serikat lainnya.
Baca juga: Demo Sopir Truk Korea Selatan Berakhir
REUTERS