TEMPO.CO, Jakarta - Budidaya opium Afghanistan tahun ini naik hingga 32 persen, kata badan obat-obatan PBB (UNODC) pada Selasa 1 November 2022. Ini menjadi laporan pertama PBB tentang opium sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada 2021.
Baca juga: Taliban Larang Budi Daya Opium di Afghanistan
Negara ini adalah produsen bunga poppy terbesar di dunia, sumber getah yang disuling menjadi heroin, dan dalam beberapa tahun terakhir produksi dan ekspor telah meningkat pesat.
Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mengatakan harga melonjak setelah Taliban melarang penanaman opium pada April. Panen tahun ini sebagian besar dikecualikan dari keputusan tersebut, kata UNODC.
UNODC mengatakan penanaman opium di Afghanistan naik 32 persen menjadi 233.000 hektar dibandingkan tahun sebelumnya. Menjadikan tanaman ini pada 2022 sebagai area terbesar ketiga yang dibudidayakan sejak pemantauan dimulai pada 1994.
Pendapatan yang diperoleh petani dari penjualan opium juga meningkat lebih dari tiga kali lipat, dari US$425 juta pada 2021 menjadi US$1,4 miliar pada 2022, kata laporan itu.
Satu-satunya tahun yang memiliki budidaya opium lebih tinggi adalah 2018 dan 2019. Panen opium 2022 Afghanistan juga "yang paling menguntungkan dalam beberapa tahun", menurut UNODC yang berbasis di Wina.
Petani Afghanistan sekarang akan memutuskan sekitar awal November apakah akan menanam opium poppy untuk tahun depan dan berapa banyak yang akan ditanam meskipun ada larangan, kata badan tersebut, seraya menambahkan bahwa mereka “terjebak dalam ekonomi opium terlarang”.
“Harga opium yang tinggi saat ini memberikan insentif tambahan bagi petani untuk mengambil risiko menanam opium, meskipun ada larangan oleh otoritas de facto,” kata laporan itu.
Namun, panen menurun menjadi 6.200 ton, atau 10 persen lebih rendah dari 2021, setelah kekeringan di awal tahun menurunkan hasil opium. Afghanistan hampir memonopoli budidaya opium dan heroin, menyumbang 80 hingga 90 persen dari produksi global, menurut PBB.
Taliban sebelumnya melarang produksi pada 2000, tepat sebelum kelompok itu digulingkan oleh pasukan pimpinan AS setelah serangan 11 September. Pasukan AS dan NATO mencoba untuk mengekang budidaya opium selama dua dekade mereka di Afghanistan dengan membayar petani untuk menanam tanaman alternatif seperti gandum atau kunyit.
Namun menurut sejumlah pihak, upaya mereka digagalkan oleh Taliban, yang menguasai wilayah utama penghasil opium Afghanistan dan menerima ratusan juta dolar dari perdagangan tersebut.
Baca juga: Menguak Sumber Uang Taliban, dari Opium Hingga Sumbangan Asing
AL ARABIYA