TEMPO.CO, Jakarta - Anggota parlemen Estonia telah menyetujui pernyataan yang menyebutkan Rusia sebagai rezim teroris dan mengutuk pencaplokan empat wilayah Ukraina oleh Rusia baru-baru ini. Dalam pemungutan suara yang berlangsung pada Selasa, 18 Oktober 2022, dari 101 anggota parlemen, 88 di antaranya memberikan suara mendukung, 10 tidak hadir, dan tiga abstain.
Baca: Komandan Pasukan Rusia Akui Kewalahan di Kherson, Ukraina Dihujani Rudal
“Parlemen menyatakan Rusia sebagai rezim teroris dan Federasi Rusia sebagai negara yang mendukung terorisme,” demikian antara lain bunyi pernyataan itu.
Rezim Presiden Rusia Vladimir Putin, dengan ancaman serangan nuklirnya, telah mengubah Rusia telah menjadi bahaya terbesar bagi perdamaian baik di Eropa maupun di seluruh dunia.
Putin, yang pada akhir Februari lalu mengirim pasukan ke Ukraina untuk kedua kalinya, telah berulang kali memperingatkan Barat bahwa setiap serangan terhadap Rusia dapat memicu respons nuklir. Bulan ini, Putin juga menandatangani undang-undang yang mengakui Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk, Kherson, dan Zaporizhia sebagai bagian dari Rusia setelah referendum. Ukraina dan sekutunya mengecam referendum itu dan menyebutnya palsu serta tanpa konsekuensi hukum.
Parlemen Estonia juga menganggap perlu menetapkan angkatan bersenjata Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk, yang didirikan oleh Federasi Rusia serta perusahaan militer swasta Wagner, sebagai organisasi teroris.
Pada Agustus lalu, parlemen di negara tetangganya, Latvia, menyatakan Rusia sebagai sponsor negara terorisme dan menuduh Moskow melakukan genosida terhadap rakyat Ukraina. Adapun Lithuania mengadopsi resolusi serupa pada Mei lalu.
Anggota majelis tinggi Parlemen Rusia, Sergei Tsekov, memperingatkan bahwa Rusia akan mengambil tindakan pembalasan yang akan menunjukkan tempat Latvia yang sebenarnya dan akan sangat menyakitkan. Tindakan itu termasuk pembatasan transit. Demikian pernyataan Tsekov dalam sambutan yang disiarkan oleh kantor berita negara RIA Novosti pada Agustus lalu.
Negara-negara Baltik, yang menghabiskan hampir lima dekade di bawah pendudukan Uni Soviet, termasuk di antara pendukung setia Ukraina dan kritikus paling sengit bagi pemerintah Putin.
Baca: Pesawat Tempur AS Cegat Pesawat Pembom Rusia di Dekat Alaska
AL JAZEERA