TEMPO.CO, Beirut - Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan pemerintahnya akan segera memulangkan para pengungsi Suriah, meskipun kelompok hak asasi manusia mengkhawatirkan keselamatan mereka.
“Mulai minggu depan, kita akan melihat awal pemulangan secara bertahap warga Suriah ke negara asalnya,” kata kantor kepresidenan Lebanon dalam cuitan di Twitter, Rabu, 12 Oktober 2022. Tidak ada rincian lebih lanjut mengenai jadwal pemulangan pengungsi tersebut.
Baca: PBB: Finlandia Melanggar Hak Anak di Kamp-kamp Pengungsi Suriah
Lebanon menampung paling banyak pengungsi di dunia. Negara tetangga Suriah itu memperkirakan penduduk negara itu berjumlah lebih dari enam juta jiwa, termasuk di antaranya 1,5 juta pengungsi. Dari jumla pengungsi tersebut, Tidak sampai satu juta jiwa yang terdaftar di Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR).
Dalam laporan bulan September 2022, komisi Suriah PBB menyatakan masih belum aman bagi pengungsi untuk kembali ke Suriah.
Sebuah sumber resmi mengatakan kepada Reuters bahwa pemulangan pengungsi Suriah hanya akan mencakup mereka yang secara sukarela mendaftar untuk kembali di badan Keamanan Umum Lebanon, berkoordinasi dengan Kementerian Sosial. Para pengungsi tidak dipaksa untuk pergi.
Menteri urusan orang terlantar, Issam Charafeddine, mengumumkan rencana untuk mengembalikan sekitar 15 ribu pengungsi ke Suriah per bulan. Alasannya, pemerintah Lebanon menganggap Suriah sudah aman setelah lebih dari satu dekade perang. Rencana itu tidak akan melibatkan UNHCR, yang menyatakan kondisi di Suriah tidak memungkinkan pengungsi kembali dalam skala besar.
Para pejabat Lebanon mengatakan masuknya pengungsi telah merugikan negara yang dilanda krisis sementara Lebanon sedang berjuang mengatasi krisis keuangan.
Di masa lalu, UNHCR menentang pemulangan paksa pengungsi ke Suriah dan memperingatkan bahwa praktik tersebut berisiko membahayakan nyawa pengungsi yang kembali. “Saat ini, UNHCR tidak memfasilitasi atau mempromosikan repatriasi sukarela skala besar para pengungsi ke Suriah,” kata juru bicara UNHCR di Lebanon, Paula Barrachina, kepada Al Jazeera.
Meski demikian, ribuan pengungsi memilih menggunakan hak mereka untuk kembali setiap tahun. “UNHCR mendukung dan menyerukan penghormatan terhadap hak asasi pengungsi untuk secara bebas dan sukarela kembali ke negaranya pada waktu yang mereka pilih," ujar Barrachina. Ia mengatakan UNHCR akan terus berdialog dengan pemerintah Lebanon.
Kelompok HAM yang berbasis di New York, Human Rights Watch (HRW), juga berpendapat Suriah sama sekali tidak aman bagi mereka yang kembali. “Pengungsi Suriah yang kembali antara 2017 dan 2021 dari Lebanon dan Yordania menghadapi pelanggaran HAM berat dan penganiayaan di tangan pemerintah Suriah dan milisi afiliasinya,” tutur Direktur Divisi Timur Tengah HRW, Lama Fakih.
Presiden Suriah Bashar al-Assad mengeluarkan amnesti besar-besaran pada awal tahun ini untuk berbagai kejahatan, termasuk yang dilakukan warga Suriah yang melarikan diri dari negaranya selama konflik yang berlangsung 11 tahun. Pemerintah menyatakan telah melonggarkan langkah-langkah bagi mereka yang melarikan diri dari wajib militer, yang menjadi pendorong utama para pemuda kabur dari Suriah.
Sejak akhir 2019, kemiskinan telah memburuk baik untuk warga Lebanon dan pengungsi Suriah akibat krisis ekonomi. Bulan lalu, puluhan imigran Lebanon dan Suriah terdampar selama berhari-hari di kapal nelayan yang tenggelam di Laut Mediterania. Setidaknya 94 orang tewas setelah kapal terbalik di pelabuhan Tartus, Suriah, sekitar 50 km di utara Tripoli, Lebanon. Sebagian besar kapal berangkat dari Lebanon menuju Siprus.
Baca: Australia Selamatkan 16 Wanita dan 42 Anak-anak dari Kamp ISIS di Suriah
AL JAZEERA