TEMPO.CO, Jakarta - Arab Saudi menolak pernyataan AS yang menuding kerajaan itu tunduk pada Rusia setelah OPEC+ pekan lalu memangkas produksi minyaknya.
Keputusan OPEC+ diadopsi melalui konsensus, dengan mempertimbangkan keseimbangan pasokan, permintaan dan ditujukan untuk membatasi volatilitas pasar, kata kementerian luar negeri Saudi dalam sebuah pernyataan, Kamis, 13 Oktober 2022.
Presiden Joe Biden awal pekan ini mengatakan, bahwa "akan ada konsekuensi" untuk hubungan AS dengan Arab Saudi setelah OPEC+ pekan lalu memangkas target produksi minyaknya sebesar 2 juta barel per hari.
OPEC+, kelompok produsen yang terdiri dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) plus sekutu termasuk Rusia, mengumumkan target produksi barunya setelah berminggu-minggu dilobi oleh pejabat AS agar tidak memangkas produksi di tengah melonjaknya harga minyak.
Amerika Serikat menuduh Arab Saudi tunduk pada Moskow, yang menolak pembatasan Barat atas harga minyak Rusia sebagai tanggapan atas invasinya ke Ukraina.
Pernyataan Kementerian Luar Negeri Saudi, mengutip seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya, menekankan pemotongan produksi minyak itu terkait ekonomi.
Pernyataan itu juga merujuk pada konsultasi dengan Amerika Serikat di mana mereka diminta untuk menunda pemotongan selama sebulan.
Langkah OPEC+ telah meningkatkan kekhawatiran di Washington tentang kemungkinan harga minyak yang lebih tinggi tepat sebelum pemilihan paruh waktu AS November, dengan Demokrat berusaha mempertahankan kendali mereka atas Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat.
"Kerajaan mengklarifikasi melalui konsultasi berkelanjutan dengan pemerintah AS bahwa semua analisis ekonomi menunjukkan bahwa menunda keputusan OPEC+ selama sebulan, menurut apa yang telah disarankan akan memiliki konsekuensi ekonomi negatif," katanya.
Arab Saudi juga mengatakan pihaknya memandang hubungannya dengan Amerika Serikat sebagai "strategis" dan menekankan pentingnya saling menghormati.
Reuters