TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menjanjikan perlindungan penuh atas wilayah Ukraina yang dianeksasi. Referendum sejumlah wilayah Ukraina yang dikuasai Rusia untuk bergabung dengan Pemerintahan Moskow dikecam luas oleh Barat dan meningkatkan ketegangan baru konflik di Eropa timur tersebut.
Berbicara di Sidang Umum PBB di New York, Sabtu, 26 September 2022, Lavrov sekali lagi menekankan alasannya melancarkan operasi militer ke Ukraina karena didorong oleh ulah Barat yang menyokong Kyiv menindas warga keturunan Rusia di Donbas.
"Menyusul referendum itu, Rusia tentu saja akan menghormati ekspresi kehendak orang-orang yang selama bertahun-tahun menderita akibat pelanggaran rezim neo-Nazi," kata Lavrov pada konferensi pers setelah dia berpidato di depan majelis.
Empat wilayah di Ukraina, yang diduduki Rusia, yakni Luhansk, Donetsk, Kherson dan Zaporizhzhia, menggelar referendum untuk menentukan apakah akan bergabung dengan Pemerintahan Moskow, pada 23-27 September 2022.
Kyiv dan Barat melihat referendum itu merupakan upaya Rusia untuk mencaplok wilayah Ukraina, karena penduduk diancam dengan hukuman jika mereka tidak memilih.
Pemungutan suara dimulai setelah Ukraina awal bulan ini merebut kembali sebagian besar wilayah timur laut dalam serangan balasan terhadap invasi yang dimulai pada 24 Februari 2022.
Ketika ditanya apakah Rusia akan menggunakan senjata nuklir untuk mempertahankan wilayah yang dicaplok, Lavrov mengatakan wilayah Rusia, termasuk wilayah yang "lebih diabadikan" dalam konstitusi Rusia di masa depan, berada di bawah perlindungan penuh negara.
"Semua undang-undang, doktrin, konsep dan strategi Federasi Rusia berlaku untuk semua wilayahnya," katanya merujuk secara khusus pada doktrin Rusia tentang penggunaan senjata nuklir.
Ukraina Tidak Akan Menyerah
Menanggapi pernyataan Lavrov soal senjata nuklir, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan posisi itu tidak bertanggung jawab dan sama sekali tidak dapat diterima.
"Ukraina tidak akan menyerah. Kami meminta semua kekuatan nuklir untuk berbicara sekarang dan menjelaskan kepada Rusia bahwa retorika seperti itu membahayakan dunia dan tidak akan ditoleransi," tulis Kuleba di Twitter.
Sebelumnya pada Rabu, 21 September 2022, Presiden Putin memerintahkan mobilisasi militer untuk menghadapi perang Ukraina. Putin memperingatkan negara-negara Barat kalau dia tidak hanya menggertak dan siap menggunakan senjata nuklir demi membela Rusia.
Menindaklanjuti kebijakan Presiden Putin, secara terpisah, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu pada Rabu, 21 September 2022, mengumumkan Rusia tengah menargetkan 300 ribu pasukan cadangan untuk mendukung agresi militernya di Ukraina.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengklaim pihaknya terus mendapatkan hasil baik di garis depan pertempuran. Di tengah isu referendum yang mengencang dari sebagian wilayah Ukraina, Zelensky mencatat pertempuran sengit dengan Rusia masih terjadi di garis depan dengan total panjang lebih dari 2.000 kilometer.
"Ini adalah wilayah Donetsk, ini adalah wilayah Kharkiv kami, wilayah Kherson, serta wilayah Mykolaiv dan Zaporizhia. Kami memiliki hasil positif di beberapa arah," kata Zelensky dalam pidato malam rutin Minggu, 25 September 2022.
REUTERS