TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Prancis Emmanuel Macron mengadakan pembicaraan tatap muka dengan timpalannya dari Iran, Presiden Ebrahim Raisi pada Selasa, 20 September 2022. Pertemuan tersebut terjadi di tengah jalan buntu untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran 2015.
Macron, setelah pertemuan dengan Raisi pada Selasa mengatakan, bola untuk mencapai kesepakatan nuklir dengan Iran sekarang ada di pihak Teheran. Pemimpin Prancis itu juga menekankan perlunya Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) untuk dapat menjalankan tugasnya secara mandiri.
Raisi mengatakan Teheran terus menuntut IAEA untuk menutup penyelidikannya. Ia juga meminta Amerika Serikat, yang meninggalkan kesepakatan nuklir pada 2018 di bawah Presiden Donald Trump, memberikan jaminan untuk membatasi efek pengingkarannya lagi.
“Permintaan Iran untuk menerima jaminan adalah permintaan yang sepenuhnya masuk akal dan logis. Kami percaya bahwa tidak mungkin mencapai kesepakatan tanpa IAEA menutup penyelidikannya,” kata Raisi kepada Macron, menurut kantor pemimpin Iran.
Pembicaraan tidak langsung selama berbulan-bulan antara Iran dan Amerika Serikat telah kandas karena beberapa masalah. Satu sisi Teheran mendesak Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menutup penyelidikan terhadap jejak uranium yang ditemukan di tiga situs yang tidak diumumkan sebelum pakta itu dihidupkan kembali. Jaminan Amerika Serikat bahwa Washington tidak akan keluar dari perjanjian nuklir lagi juga menjadi kendala.
Berbicara di Washington, penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan dia tidak mengharapkan terobosan apa pun selama pertemuan PBB pekan ini. Kendati demikian, pihaknya menegaskan kembali kesediaan AS untuk menghidupkan kembali kesepakatan, di mana Iran membatasi program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi ekonomi.
Baca juga: Iran Minta Jaminan ke Amerika Kalau Kesepakatan Nuklir Mau Diberlakukan Lagi
REUTERS