TEMPO.CO, Jakarta - Iran menuntut jaminan dari Washington kalau mau menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015. Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian meminta otoritas pengawas atom di Amerika Serikat menghentikan penyelidikan mengenai nuklir Iran, yang diyakini Amirabdollahian bermotif politik.
Pembicaraan nuklir antara Teheran dan Washington yang telah berlangsung selama 16 bulan mengalami kebuntuan. Sebelumnya pada 8 Agustus 2022, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menyatakan Uni Eropa telah memberikan penawaran terakhir untuk mengatasi kebuntuan dan menghidupkan kembali perjanjian tersebut (kesepakatan nuklir 2015).
Amirabdollahian mengatakan pihaknya akan secara seksama mengevaluasi respon Washington terhadap teks yang disampaikan Uni Eropa, sebagai koordinator pembicaraan nuklir, ke Iran pekan lalu.
"Kami membutuhkan jaminan yang lebih kuat dari pihak lain untuk memiliki kesepakatan yang berkelanjutan," kata Amirabdollahian dalam konferensi pers bersama dengan timpalannya dari Rusia di Moskow, Rabu, 31 Agustus 2022.
Amirabdollahian tidak merinci jaminan apa yang dimaksudnya. Akan tetapi selama berbulan-bulan pembicaraan dengan Washington di Wina, Teheran menuntut supaya di masa depan tidak ada lagi Presiden Amerika Serikat yang akan meninggalkan kesepakatan seperti yang pernah dilakukan mantan Presiden Donald Trump pada 2018.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden tidak dapat memberikan jaminan ketat seperti itu. Sebab kesepakatan itu merupakan konsensus politik daripada perjanjian yang mengikat secara hukum.
Saat dimintai tanggapan mengenai ini, Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengaku belum mengetahui detail ucapan menteri luar negeri Iran.
"Jadi saya tidak tahu jaminan apa yang dia bicarakan," kata Kirby kepada wartawan. Amerika Serikat sedang menunggu tanggapan dari Uni Eropa dan Iran.
"Sementara kami, seperti yang saya katakan sebelumnya, optimis dengan hati-hati, kami juga pragmatis dan berpikiran jernih. Kami menyadari bahwa masih ada celah, dan kami mencoba untuk menutup celah itu dengan itikad baik, bernegosiasi melalui saluran yang tepat dan bukan melalui publik," tambah Kirby.
Pada Rabu, 31 Agustus 2022, Biden mengatakan kepada Perdana Menteri Israel Yair Lapid lewat telepon kalau Amerika Serikat tidak akan pernah mengizinkan Iran untuk memperoleh senjata nuklir.
Sedangkan kantor Perdana Menteri Lapid menyebut telah berbicara panjang lebar dengan Biden melalui telepon tentang negosiasi perjanjian nuklir, komitmen bersama mereka untuk menghentikan perkembangan yang dilakukan Iran.
Israel menentang kembalinya kesepakatan 2015. Namun Biden ingin menghidupkan kembali perjanjian itu sambil memastikan keamanan Israel, yang merupakan musuh bebuyutan Iran di kawasan.
REUTERS
Baca juga: Iran Copot Kamera Pengawas PBB setelah Dikritik Soal Nuklir
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.