TEMPO.CO, Jakarta - Pejabat senior Armenia pada Rabu malam, 14 September 2022, mengkonfirmasi bahwa pihaknya telah menyepakati gencatan senjata dengan Azerbaijan, setelah dua hari kekerasan terkait perselisihan di wilayah Nagorno-Karabakh. Presiden Rusia Vladimir Putin disebut mengambil andil dalam meredakan konflik dua negara bekas Uni Soviet itu.
Sekretaris Dewan Keamanan Armenia Armen Grigoryan, seperti dikutip kantor berita Rusia, mengatakan kepada televisi Armenia, berkat keterlibatan masyarakat internasional, kesepakatan gencatan senjata telah tercapai.
Pengumuman itu menyatakan gencatan senjata telah berlaku selama beberapa jam. Kementerian pertahanan Armenia sebelumnya mengatakan bahwa penembakan di daerah perbatasan telah berhenti.
Azerbaijan tidak memberikan pernyataan apapun tentang gencatan senjata ini. Awalnya masing-masing pihak saling menyalahkan atas bentrokan baru.
Perselisihan atas wilayah Nagorno-Karabakh.antara Armenia dan Azerbaijan telah berlangsung selama puluhan tahun. Bentrokan terbaru ini adalah yang terburuk sejak 2020.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan beberapa waktu lalu mengatakan kepada parlemen bahwa 105 prajurit Armenia telah terbunuh sejak kekerasan dimulai minggu ini. Sementara Azerbaijan melaporkan 50 kematian militer pada hari pertama pertempuran.
Peran Diplomatik Rusia
Anggota senior majelis tinggi parlemen Rusia, Grigory Karasin mengklaim kepada kantor berita RIA, bahwa gencatan senjata sebagian besar dicapai melalui upaya diplomatik Rusia. Ia menyatakan, Presiden Vladimir Putin telah berbicara dengan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan. Putin meminta ketenangan setelah kekerasan meletus dan negara-negara lain menyerukan agar kedua pihak menahan diri.
Rusia adalah kekuatan diplomatik terkemuka di kawasan yang berdekatan dengan Armenia dan Azerbaijan. Moskow punya 2.000 penjaga perdamaian di Armenia. Kremlin menengahi kesepakatan yang mengakhiri pertempuran 2020. Konflik tersebut menewaskan ratusan orang dan dijuluki perang Karabakh kedua.
Dalam pidatonya di parlemen, Pashinyan mengatakan negaranya telah meminta Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif yang dipimpin Moskow untuk membantu memulihkan integritas teritorialnya.
"Jika kami mengatakan bahwa Azerbaijan telah melakukan agresi terhadap Armenia, itu berarti mereka telah berhasil menguasai beberapa wilayah," katanya seperti dikutip kantor berita Rusia Tass.
Azerbaijan menuduh Armenia menembaki unit-unit tentaranya. Armenia masuk aliansi militer Moskow dan rumah bagi pangkalan militer Rusia.
Menteri Luar Negeri Azerbaijan Jeyhun Bayramov dikonfirmasi telah bertemu dengan penasihat Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat untuk wilayah Kaukasus, Philip Reeker. Baku disebut mengadu kepada Washington bahwa Armenia harus menarik diri dari wilayah Azeri.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken pada Selasa kemarin menyatakan Rusia dapat atau menggunakan pengaruhnya untuk membantu meredakan masalah ini. Sedangkan Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna, dalam panggilan telepon timpalannya dari kedua negara, juga menyerukan pengakhiran serangan terhadap wilayah Armenia.
Armenia dan Azerbaijan telah berperang selama beberapa dekade atas Nagorno-Karabakh, daerah kantong pegunungan yang diakui sebagai bagian dari Azerbaijan. Di sisi lain, wilayah itu menjadi rumah bagi penduduk Armenia yang besar.
Pertempuran pertama meletus menjelang akhir pemerintahan Soviet, dan pasukan Armenia menguasai sebagian besar wilayah di dalam dan sekitarnya pada awal 1990-an. Azerbaijan, yang didukung oleh Turki, sebagian besar merebut kembali wilayah-wilayah itu selama enam minggu pada 2020.
Pertempuran sejak itu meletus secara berkala meskipun pertemuan antara Pashinyan dan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev bertujuan untuk mencapai penyelesaian damai yang komprehensif.
Baca: Konflik Armenia-Azerbaijan Memanas, Akan Ada Rusia Vs Ukraina Jilid 2?
REUTERS