TEMPO.CO, Jakarta - Ho Chi Minh adalah seorang revolusioner yang memimpin pasukan komunis Vietnam Utara selama Perang Vietnam yang lahir di Nguyen Sinh Cung pada 19 Mei 1890 dan meninggal pada 2 September 1969.
Semasa hidupnya Ho Chi Minh juga menjabat sebagai perdana menteri dan presiden Republik Demokratik Vietnam. Dengan perjuangannya yang panjang, ia hingga kini masih dikagumi di Vietnam. Bahkan kota terbesar di Vietnam yang terletak dekat Sungai Mekong diubah namanya menjadi Kota Ho Chi Minh untuk menghormatinya.
Dilansir dari thoughtco.com, Ho Chi Minh lahir di Desa Hoang Tru, Vietnam pada 19 Mei 1890 dengan nama lahir Nguyen Sinh Cung. Ia diketahui menggunakan lebih dari 50 nama berbeda sepanjang hidupnya, termasuk Ho Chi Minh atau "Pembawa Cahaya".
Kisah Paman Ho, Pahlawan Nasional Vietnam
Saat Ho Chi Minh kecil ayahnya yang Nguyen Sinh Sac bersiap untuk mengikuti ujian pegawai negeri konfusianisme untuk menjadi pejabat pemerintah setempat. Sedangkan ibunya, Loan membesarkan kedua putra dan putrinya dan bertani tanaman padi. Di waktu luangnya, Loan menghibur anak-anak dengan sastra tradisional Vietnam dan cerita rakyat.
Ho Chi Minh mengikuti Akademi Nasional di Hue, namun dikeluarkan karena memprotes kaisar boneka Bao Dai dan pejabat Prancis yang mengendalikannya. Ho meninggalkan Vietnam dengan kapal uap Prancis dan melakukan perjalanan ke beberapa daerah seperti Boston, New York, London dan akhirnya menetap di Paris, Prancis. Di sana ia bergabung dengan Partai Komunis dan menemukan tulisan-tulisan Vladimir Lenin.
Dikutip dari biography.com, pada 1923 Ho diundang ke Moskow untuk menghadiri Komintern, sebuah organisasi yang diciptakan oleh Lenin untuk mempromosikan revolusi di seluruh dunia. Dia dilatih sebagai agen Soviet, tetapi sering dikritik karena menjadi nasionalis pertama dan komunis kedua. Dia kemudian dikirim ke Cina untuk membantu mendirikan Partai Komunis Indochina dengan orang Vietnam buangan lainnya.
Selama masa Perang Dunia II, Jerman telah mengambil alih Prancis dan negara-negara Eropa lainnya, meninggalkan Indocina. Jepang masuk untuk mengisi kekosongan yang menduduki sebagian besar Indocina. Ho Chi Minh menyelinap melintasi perbatasan dari Cina untuk menuntut rakyat menuju kemerdekaan.
Ho Chi Minh mencari dukungan dan membentuk aliansi dengan diplomat Amerika dan perwira intelijen yang juga mencari aliansi untuk mengalahkan Jepang. Bersama-sama, mereka bekerja untuk mengatasi kelaparan yang telah membunuh jutaan orang Vietnam pada tahun 1943 hingga 1944.
Agen dari OSS atau pendahulu CIA memasok pasukan Ho yang tidak berpengalaman dengan senjata dan beberapa pelatihan untuk menyerang gudang makanan Jepang untuk memberi makan orang-orang Vietnam yang kelaparan.
Pada 8 Agustus 1945, sebuah bom atom mengakhiri upaya Jepang untuk mendominasi Asia Timur. Karena itu Ho Chi-Minh bergerak cepat sebelum Prancis berkumpul kembali dan mengambil kembali kawasan mereka. Pada tanggal 2 September 1945, ia berdiri di depan orang banyak di alun-alun Ba Dinh di Hanoi dan menyuarakan tentang kehidupan, kebebasan, dan kebahagiaan yang membakar semangat rakyat untuk meraih kemerdekaan.
Pada 1967 kesehatan Ho Chi-Minh menurun. Saat itu perjuangan politiknya dengan Barat hampir berakhir. Dia mendapatkan citra sebagai pahlawan nasional. Di Vietnam Utara ia secara luas dipandang sebagai bapak bangsa dan sering disebut sebagai "Paman Ho."
Pada 2 September 1969, Ho Chi Minh meninggal karena gagal jantung di rumahnya di Hanoi saat usianya 79 tahun. Hampir enam tahun sebelum pemerintah Vietnam Selatan runtuh dan pasukan AS akan mundur untuk mengakhiri perang Vietnam.
ANNISA FIRDAUSI
Baca: Sepak Terjang Ho Chi Minh sebagai Figur Revolusioner Vietnam
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.