TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan negaranya harus belajar berupaya lepas dari gas Rusia. Ia menilai ancaman Moskow mengurangi pasokan ke Eropa sebagai senjata dalam perang Ukraina.
Macron mendesak semua orang untuk mengendalikan konsumsi energi mereka. Dia akan segera mengajukan "rencana pembatasan energi" yang akan meminta semua warga negara untuk berkomitmen pada perburuan sampah umum, seperti mematikan lampu saat meninggalkan kantor.
"Kita perlu mempersiapkan diri untuk skenario di mana kita harus mengelola sepenuhnya tanpa gas Rusia. Rusia menggunakan energi sebagai senjata perang," katanya dalam wawancara televisi untuk menandai hari nasional Prancis, dilansir Reuters, Jumat, 15 Juli 2022.
Sang presiden memproyeksikan konflik di Ukraina masih berlangsung lama. Dia mencatat, harga energi yang telah meningkat tajam sejak invasi Rusia, menyebabkan inflasi tertinggi di sebagian besar ekonomi global utama dalam beberapa dekade.
Dengan sekitar 17 persen pasokannya berasal dari Rusia, Prancis tidak terlalu bergantung pada gas Rusia dibandingkan beberapa tetangganya.
Akan tetapi Prancis waswas terhadap pasokan dari Rusia karena ada pembangkit listrik yang sudah terbatas akibat pemeliharaan tak terduga pada reaktor nuklir yang menua. Situasi ini memicu kekhawatiran atas kekurangan musim dingin.
Untuk melindungi konsumen dari tagihan energi yang meroket, tahun lalu Pemerintah Prancis memberlakukan batasan harga listrik dan gas. Kebijakan itu telah diperpanjang hingga akhir tahun. Tetapi setelah itu, Macron menyarankan untuk mempertahankan tindakan ini hanya untuk yang paling membutuhkan.
Macron menambahkan Prancis sendiri perlu terus berinvestasi dalam pasukan pertahanannya, mengingat invasi Rusia ke Ukraina. Dia juga menegaskan negaranya memiliki sarana untuk terus membantu Ukraina dalam perangnya melawan Rusia. "Kami ingin menghentikan perang tanpa mengobarkan perang," katanya.
Baca juga: Rekaman Telepon yang Bocor Ungkap Pertengkaran Putin-Macron Sebelum Perang Ukraina
SEUMBER: REUTERS