TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa jam setelah kabar Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa dan istrinya melarikan diri ke Maladewa beredar, ribuan warga berduyun-duyun datang dari seluruh penjuru negeri ke ibu kota Kolombo untuk menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe pada Rabu 13 Juli 2022.
Para pengunjuk rasa yang berbaris menuju kantor Perdana Menteri Wickremesinghe diserang dengan gas air mata oleh polisi dan beberapa mengalami luka-luka. Pemimpin protes Shabeer Mohamed mengatakan setidaknya 1500 pengunjuk rasa telah berkumpul.
“Jika (dia) tidak mengundurkan diri, kami tidak akan menyerahkan bangunan yang kami tempati dan melanjutkan protes kami,” katanya kepada Al Jazeera.
“Dalam pertemuan dengan para pemimpin partai kemarin, partai oposisi juga setuju bahwa perdana menteri harus pergi. Ini adalah salah satu dari 6 tuntutan utama kami dari 'aragalaya',"ia menambahkan. Kata ini berasal dari bahasa Sinhala untuk "perjuangan" yang telah digunakan untuk menggambarkan gerakan protes.
Sementara di luar kantor presiden, suasana pada umumnya damai, dengan anak-anak kecil menemani orang tua mereka di tengah suasana perayaan. Orang-orang mencerna berita bahwa Presiden Gotabaya Rajapaksa telah melarikan diri ke negara tetangga Maladewa.
“Para pencuri melarikan diri,” kata Sanjayra Perera, seorang pustakawan universitas yang termasuk di antara ribuan orang yang telah melakukan perjalanan ke Kolombo dari seluruh negara pulau itu. Dia membawa dua anaknya, 12 dan 10, pada Rabu pagi dengan kereta api dari kota barat Gampaha.
Dia ingin keluarganya berada di ibu kota ketika dinasti keluarga Rajapaksa jatuh."Ini adalah negara kita," katanya. "Kita menang."
Kerumunan berteduh di bawah patung, duduk di dinding taman tepi laut dan menunggu dalam antrean, memegang payung untuk menghalangi matahari, sambil melihat gedung perkantoran bersejarah, salah satu dari tiga gedung pemerintah yang telah diduduki oleh pengunjuk rasa ini akhir pekan lalu.
Terlepas dari ketidakpastian apakah Rajapaksa akan mengundurkan diri pada Rabu, seperti yang telah berulang kali dikatakan oleh Ketua Parlemen, dan siapa yang akan menggantikannya, para pengunjuk rasa gembira dengan keyakinan bahwa akhir sebuah era sudah dekat.
“Ini adalah hari bersejarah bagi kami,” kata Randika Sandaruwan, 26, yang naik kereta pada Selasa malam bersama sembilan temannya dari kota terdekat Negombo. “Kami harus mengusir presiden kami, dan sekarang Gota sudah pergi,” katanya, menggunakan nama panggilan untuk presiden.
Shameen Opanayake, 22, duduk di tangga depan bersama ibu dan dua saudara perempuannya. Mereka naik bus pagi-pagi dari rumah mereka di Kalutara, selatan ibu kota. “Jika dia tidak mundur hari ini,” katanya, merujuk pada presiden, “Saya kira Sri Lanka tidak akan tetap tenang. Seluruh negara menolaknya.”
Baca juga: Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa Kabur ke Maladewa
SUMBER: AL JAZEERA