TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengakui negaranya belum sepenuhnya “bersih” dalam perang Ukraina. Akan tetapi, dia menyakinkan Rusia tidak malu (mengakui) akan hal itu.
Pernyataan itu diucapkan saat Lavrov ditanya oleh BBC tentang laporan PBB di desa Yahidne Ukraina. Dalam laporan itu disebut, ada 360 penduduk dipaksa tinggal di ruang bawah tanah sekolah oleh tentara Rusia selama 28 hari. Dari total jumlah tersebut, 10 orang tewas.
“Sangat disayangkan. Tetapi diplomat internasional, termasuk Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, Sekretaris Jenderal PBB dan perwakilan PBB lainnya, berada di bawah tekanan oleh Barat," kata Lavrov seperti dilansir The Independent, Jumat, 17 Juni 2022.
Kondisi bangunan sekolah yang hancur akibat serangan Rusia, di Kharkiv, Ukraina, 2 Juni 2022. Serangan rudal Rusia menghancurkan sebuah sekolah di kawasan permukiman Kharkiv. REUTERS/Ivan Alvarado
Puluhan ribu warga sipil dan militer jatuh dalam perang. Jutaan warga Ukraina mengungsi keluar dari negaranya. Konflik di Eropa timur ini juga berdampak pada meningkatnya ancaman krisis pangan dan energi global.
Lavrov menegaskan, Rusia berada di Ukraina untuk mengalahkan Nazi. Dia juga mengingatkan, tidak semuanya berjalan seperti yang tergambarkan dalam konflik.
"Kami tidak menginvasi Ukraina. Kami mendeklarasikan operasi militer khusus karena kami sama sekali tidak punya cara lain untuk menjelaskan kepada Barat, bahwa menyeret Ukraina ke NATO adalah tindakan kriminal," kata Lavrov.