TEMPO.CO, Jakarta - Ukraina mengabaikan ultimatum Rusia untuk menyerahkan kota Sievierodonetsk pada Rabu ketika para menteri pertahanan NATO berkumpul di Brussels untuk membahas pengiriman lebih banyak senjata berat mengisi kembali persediaan Kyiv yang semakin menipis.
Rusia sebelumnya mengancam tentara Ukraina yang bertahan di sebuah pabrik kimia di kota yang hancur itu untuk menghentikan "perlawanan yang tidak masuk akal dan meletakkan senjata" mulai Rabu pagi, setelah unggul dalam pertempuran untuk menguasai Ukraina timur.
Rencana yang diumumkan oleh Moskow untuk membuka koridor kemanusiaan bagi warga sipil yang terjebak di pabrik itu terganggu oleh serangan Ukraina, kata separatis yang didukung Rusia seperti dikutip oleh kantor berita RIA. Separatis telah merencanakan untuk membawa warga sipil ke wilayah di bawah kendali mereka.
Ukraina mengatakan lebih dari 500 warga sipil, termasuk 40 anak-anak, terjebak di dalam pabrik kimia Azot, di mana pasukannya telah melawan pengeboman Rusia selama berminggu-minggu yang telah menghancurkan sebagian besar Sievierodonetsk.
Walikota Sievierodonetsk, Oleksandr Stryuk, mengatakan setelah batas waktu pagi berlalu, pasukan Rusia berusaha menyerbu kota dari beberapa arah tetapi pasukan Ukraina terus mempertahankannya.
"Kami mencoba mendorong musuh ke pusat kota," katanya di televisi, tanpa mengacu pada ultimatum. "Ini adalah situasi yang sedang berlangsung dengan keberhasilan parsial."
Serhiy Gaidai, gubernur wilayah Luhansk yang membawahi Sievierodonetsk, mengatakan tentara mempertahankan kota dan mencegah pasukan Rusia masuk Lysychansk, kota kembar yang dipegang oleh Ukraina di tepi seberang sungai Siverskyi Donets.
"Namun demikian, Rusia dekat dan penduduk menderita dan rumah-rumah dihancurkan," katanya dalam unggahan online tepat sebelum batas waktu Rusia pukul 8 pagi waktu Moskow.
Luhansk adalah salah satu dari dua provinsi timur yang diklaim Moskow atas nama proksi separatis. Bersama-sama mereka membentuk Donbas, kawasan industri Ukraina tempat Rusia memfokuskan serangannya setelah gagal merebut ibu kota Ukraina, Kyiv, pada Maret.
Intelijen Inggris mengatakan para pejuang di pabrik kimia itu bisa bertahan di bawah tanah dan pasukan Rusia kemungkinan akan tetap fokus pada mereka, menjaga mereka dari menyerang di tempat lain.
Tetapi pasukan Ukraina di front timur kelelahan dan kalah jumlah, kata Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace.
Pemboman Azot mengingatkan pengepungan pabrik baja Azovstal sebelumnya di pelabuhan selatan Mariupol, tempat ratusan pejuang dan warga sipil Ukraina berlindung dari serangan Rusia. Mereka yang akhirnya menyerah pada pertengahan Mei dan dibawa ke tahanan Rusia.
Reuters