TEMPO.CO, Jakarta - Wabah kolera mengancam penduduk di Kota Mariupol di selatan Ukraina yang kini berada di bawah kendali penuh Rusia. Dilansir dari CNN pada Sabtu, 11 Juni 2022, sebuah laporan intelijen Inggris yang diterbitkan pada Jumat menyatakan kekhawatiran pejabat Ukraina akan merebaknya wabah di tengah upaya menyediakan layanan publik dasar bagi penduduk sipil.
Laporan itu mengatakan bahwa akses ke air minum, koneksi internet, dan layanan telepon tetap tidak konsisten di wilayah Ukraina yang diduduki Rusia. "Kota Kherson yang diduduki kemungkinan kekurangan obat-obatan, sementara kota pelabuhan Mariupol berisiko wabah kolera besar," kata laporan itu. Kasus kolera, menurut laporan intelijen itu, telah dilaporkan sejak Mei lalu.
Petro Andrushenko, seorang penasihat walikota terpilih Mariupol Ukraina, memperingatkan pada hari Selasa tentang situasi yang semakin mengerikan di kota itu. Rusia telah menutupi informasi ihwal merebaknya wabah kolera di tengah kondisi sanitasi yang memburuk.
"Para penjajah (Rusia) telah menyadari bahwa ada tantangan seperti itu," kata Andrushchenko di televisi nasional. "Ada pembicaraan tentang karantina. Kota ini ditutup secara diam-diam."
Andrushchenko mengatakan bahwa sulit untuk menyampaikan kondisi suram dari Mariupol. Kota ini pernah menjadi tempat liburan yang berkembang pesat di tepi Laut Azov.
"Kota ini benar-benar berubah, dengan mayat di mana-mana," katanya. "Mayat-mayat ditumpuk, masyarakat sipil tidak bisa mengatasi mengubur mayat-mayat bahkan di kuburan massal. Kapasitas untuk itu tidak cukup,"ujarnya.
Kolera adalah penyakit diare akut yang membunuh ribuan orang di seluruh dunia setiap tahun. Penularannya mudah, dengan mengonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi bakteri feses vibrio cholerae.
Vadym Skibitsky, wakil kepala intelijen militer Ukraina, mengatakan hal senada. Dia mengatakan kepada surat kabar Inggris bahwa wabah penyakit mematikan kini mengancam penduduk di Mariupol.
"Ada wabah disentri dan kolera," kata Vadym Boichenko kepada televisi nasional. "Perang telah mengambil lebih dari 20.000 penduduk. Sayangnya dengan wabah infeksi ini, akan merenggut ribuan warga Mariupol lagi," katanya. Dia menambahkan beberapa sumur telah terkontaminasi oleh mayat.
Boichenko meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Komite Internasional Palang Merah untuk membangun koridor kemanusiaan yang memungkinkan penduduk tersisa untuk meninggalkan kota. Sekarang Mariupol berada di bawah kendali Rusia.
Dalam gambaran dampak perang yang lebih luas, badan pangan PBB mengatakan pengurangan ekspor gandum dan komoditas pangan lainnya dari Ukraina dan Rusia dapat menimbulkan kelaparan kronis hingga 19 juta orang. Lebih banyak orang lagi akan merasakan dampaknya secara global tahun depan.
Baca: Rusia Serahkan 210 Jenazah Pejuang Ukraina yang Tewas di Mariupol
CNN | NDTV