TEMPO.CO, Jakarta -Tiga perempat dari 22 juta warga Beijing mulai mengantre untuk tes COVID-19 pada Selasa 26 April 2022. Seperti dilansir Reuters, pihak berwenang di ibu kota China berusaha membasmi wabah dan mencegah lockdown yang memicu kemarahan warga seperti di Shanghai selama sebulan terakhir.
Penduduk Beijing juga mulai menimbun makanan dan persediaan di tengah kekhawatiran akan penguncian lokal yang tiba-tiba. Ini seiring meningkatnya frustrasi sekitar 25 juta warga Shanghai yang masih mengalami pembatasan ketat.
Video di media sosial menunjukkan penduduk mencondongkan tubuh ke luar jendela di apartemen di Shanghai sambil memukul panci dan wajan dengan marah. Ada pula yang memainkan "Apakah Anda mendengar orang-orang bernyanyi?", lagu protes dari musikal "Les Miserables", dengan seruling dan terompet.
Mencoba menghindari nasib serupa dengan bertindak lebih awal, Beijing memulai tes massal terhadap 3,5 juta orang di distrik terpadat, Chaoyang, pada Senin. Pada akhir hari, pihak berwenang mendaftarkan 10 distrik lain dan satu zona pengembangan ekonomi untuk tes wajib minggu ini, yang mencakup total 20 juta orang. Mereka juga menguji 16 juta warga untuk tes hari ini.
Perintah tes COVID-19 di Beijing datang beberapa hari setelah puluhan infeksi ditemukan. Sedangkan Shanghai menunggu sekitar satu bulan dan lebih dari 1.000 kasus sebelum meluncurkan pengujian di seluruh kota pada awal April.
Liu Wentao, seorang juru masak Beijing, mengatakan dia khawatir dengan seberapa cepat COVID-19 menyebar. Namun, ia yakin ibu kota dapat menanganinya."Kontrol virus lebih kuat daripada di tempat lain, saya tidak berpikir itu akan seperti Shanghai," katanya dalam perjalanan untuk dites.
Beijing mencatat 33 kasus COVID baru pada 25 April, naik dari 19 hari sebelumnya tanpa kematian yang dilaporkan. Total beban kasus sangat kecil dibandingkan dengan ratusan ribu kasus di Shanghai.
Shanghai melaporkan 52 kematian COVID baru pada Selasa, naik dari 51 hari sebelumnya. Itu menjadikan jumlah kematian resmi menjadi 190 orang. Meski demikian, banyak penduduk mengatakan kerabat atau teman meninggal setelah tertular COVID-19 pada awal Maret, menimbulkan keraguan atas data tersebut.
Di Beijing, gedung publik seperti sekolah, toko, dan kantor tetap buka. Namun, kuil Lama yang ikonik mengatakan akan ditutup untuk turis mulai Rabu. Sementara Teater Nasional Beijing akan tutup selama sisa bulan ini.
Para pejabat telah mendesak warga untuk menahan diri dari meninggalkan ibu kota dan menghindari pertemuan untuk liburan Hari Buruh 30 April-4 Mei mendatang.
Di Shanghai, penegakan tindakan yang ketat terus berlanjut, tetapi rencana untuk latihan pengujian PCR di seluruh kota terhambat oleh ramalan cuaca, dengan prediksi hujan es.
Sementara pihak berwenang mengatakan mereka telah melonggarkan beberapa pembatasan, sebagian besar di Shanghai masih terkurung di rumah mereka atau tidak dapat meninggalkan kompleks tempat tinggal mereka. Bahkan mereka yang dapat pergi keluar hanya memiliki sedikit tempat untuk dikunjungi, dengan toko-toko dan sebagian besar tempat lainnya tutup.
Di daerah yang diperbolehkan keluar rumah, warga diminta melakukan rapid test sendiri, daripada antre untuk tes PCR di tengah hujan. Di seluruh Shanghai, tes PCR harian tetap wajib.
Penguncian yang berkepanjangan telah memicu frustrasi atas hilangnya upah, pemisahan keluarga dan kondisi karantina, serta akses ke perawatan medis dan makanan, dengan penduduk yang berjuang untuk membuang sampah dan melakukan tugas pokok.
Pemerintah Shanghai tidak segera mengomentari tanda-tanda ketidakpuasan yang meningkat.
Baca juga: Warga Shanghai Mulai Protes Lockdown Tak Kunjung Usai
SUMBER: REUTERS