TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, mengatakan, bahwa vonis yang dijatuhkan pengadilan terhadap pemimpin oposisi Alexei Navalny, tidak dilandaskan pada posisi politik. Vorobieva menyebut, hukuman terhadap Navalny adalah murni karena aksi kriminalnya.
Navalny adalah tokoh oposisi yang sering mengkritik rezim Presiden Vladimir Putin. Ia dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara dengan dakwaan penipuan skala besar dan penghinaan terhadap pengadilan, Selasa, 22 Maret 2022.
"Dia telah menentang dan menyalahkan pengadilan, dia melanggar prosedur pengadilan," kata Vorobieva saat jumpa pers di Gedung Kedutaan Besar Rusia, Jakarta, Rabu, 23 Maret 2022.
Vorobieva mengklaim, sebagian besar penduduk di Rusia tidak mendukung Navalny. Namun Barat ingin mengubah Navalny menjadi ikon politik meskii mereka gagal.
Menurut Vorobieva, Rusia mempersilakan warga sipil untuk menyuarakan anti-perang selama tidak melanggar aturan. Ribuan orang mungkin ada yang ditangkap karena melanggar tetapi tidak ditahan.
"Dukungan untuk presiden kami sangat besar di Rusia. Lebih dari 70 persen penduduk Rusia mendukung operasi militer di Ukraina," ujar Vorobieva.
Sebelum dapat vonis baru, Navalny sedang menjalani hukuman penjara 2,5 tahun di Moskow karena pelanggaran bebas bersyarat. Aktivis HAM itu dipenjara tahun lalu ketika dia kembali ke Rusia, setelah menerima perawatan medis di Jerman menyusul serangan dengan racun saraf, gaya Soviet, saat kunjungan ke Siberia pada 2020.
Navalny menyalahkan Presiden Vladimir Putin atas serangan itu. Kremlin mengatakan tidak melihat bukti bahwa Navalny diracun dan menyangkal peran Rusia jika dia diracun.