TEMPO.CO, Jakarta - Taliban tiba-tiba membatalkan rencana membuka sekolah menengah untuk murid perempuan, dengan mengatakan mereka menunggu konsep pendidikan sesuai hukum Islam yang sedang disusun.
Guru dan siswa dari tiga sekolah menengah di sekitar ibu kota Kabul mengatakan para murid perempuan telah kembali ke sekolah dengan gembira pada Rabu pagi, 23 Maret 2022, tetapi diperintahkan untuk pulang. Mereka mengatakan banyak siswa pulang sambil menangis.
"Kami semua kecewa dan kami semua benar-benar putus asa ketika kepala sekolah memberi tahu kami, dia juga menangis," kata seorang siswa, yang tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan.
Terakhir kali Taliban memerintah Afghanistan, dari tahun 1996 hingga 2001, mereka melarang pendidikan perempuan dan sebagian besar pekerjaan.
Komunitas internasional telah menjadikan pendidikan anak perempuan sebagai tuntutan utama untuk pengakuan masa depan pemerintahan Taliban, yang mengambil alih negara itu pada Agustus 2021 ketika pasukan asing menarik diri.
Kementerian Pendidikan pekan lalu mengumumkan bahwa sekolah untuk semua siswa, termasuk anak perempuan, akan dibuka di seluruh negeri pada Rabu ini setelah berbulan-bulan pembatasan pendidikan untuk anak perempuan usia sekolah menengah.
Pada Selasa malam, juru bicara Kementerian Pendidikan merilis video ucapan selamat kepada semua siswa atas kembalinya mereka ke kelas.
Namun pada hari Rabu, Kementerian Pendidikan mengumumkan bahwa sekolah untuk anak perempuan akan ditutup sampai rencana disusun sesuai dengan hukum Islam dan budaya Afghanistan.
"Kami memberi tahu semua sekolah menengah perempuan dan sekolah-sekolah yang memiliki siswa perempuan di atas kelas enam bahwa mereka libur sampai pengumuman berikutnya," kata pemberitahuan itu seperti dikutip Bakhtar News, kantor berita pemerintah.
Juru bicara Kementerian Pendidikan tidak menanggapi panggilan dan pesan yang meminta komentar. Sebuah sumber pemerintahan Taliban mengkonfirmasi kepada Reuters bahwa sekolah untuk anak perempuan di Kabul akan ditutup untuk saat ini, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Taliban sedang berusaha untuk menjalankan negara sesuai dengan interpretasinya terhadap hukum Islam sementara pada saat yang sama mengakses miliaran dolar bantuan yang sangat dibutuhkan untuk mencegah kemiskinan dan kelaparan yang meluas.
"Mendengar laporan yang meresahkan bahwa siswi di atas kelas enam tidak akan dipanggil kembali ke sekolah oleh pihak berwenang, jika benar, apa alasannya?" kata Deborah Lyons, kepala misi PBB untuk Afghanistan (UNAMA) dalam sebuah Tweet.