TEMPO.CO, Jakarta - Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Kuching, Malaysia, menyelamatkan dua WNI yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dua WNI itu adalah Epa, perempuan, 18 tahun asal Sambas, Kalimantan Barat dan Sonaji, laki-laki, 42 tahun asal Tanggerang, Banten.
KJRI dalam keterangan pada 1 Maret 2022, menjelaskan kasus Epa bermula saat dia ditipu oleh pelaku bernama Yusrianto. Epa dijanjikan akan dinikahi pelaku, yang mengaku memiliki tabungan yang banyak di bank.
Epa lalu diajak oleh pelaku jalan-jalan ke objek wisata di daerah Temajuk, Sambas, namun ternyata dibawa menuju daerah Jagoi Babang, Bengkayang, yakni sebuah perbatasan Indonesia dengan Serikin, Sarawak, Malaysia.
Epa selanjutnya dibawa oleh pelaku menuju agen di Kuching, untuk dipekerjakan di pabrik perkayuan di wilayah Bintulu, Sarawak. Pada 26 Januari 2022, tim KJRI Kuching menjemput korban di wilayah Serian dan kondisi sehat. Saat ini, kepulangan Epa ke Indonesia diproses.
Sedangkan untuk kasus TPPO yang dialami Sonaji bermula pada pertengahan Desember 2021. Korban mengaku mendapatkan informasi tawaran pekerjaan di facebook bernama Diki Acil yang menawarkan pekerjaan di Sarawak, Malaysia.
Agen tersebut menjanjikan bekerja sebagai sopir dengan total gaji sekitar Rp 15 juta. Semua dokumen berupa paspor dan permit kerja akan dibuatkan pada saat tiba di Sarawak, Malaysia. Namun kenyataannya, Sonaji malah bekerja sebagai buruh bangunan.
Pada 15 Februari 2022, korban tiba di KJRI Kuching dan melaporkan permasalahan yang dihadapinya, memohon bantuan perlindungan serta kepulangan ke Indonesia sesuai prosedur. Pada 1 Maret 2022, Konsul Jenderal RI di Kuching menyerahkan Sonaji kepada pihak terkait di perbatasan Entikong (untuk dipulangkan ke Indonesia).
Baca juga: Kementerian Luar Negeri Tanggapi Kasus Ibu dan Anak Korban Kerja Paksa
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.